Kamis, 02 Oktober 2014

metode penelitian bahasa


METODE PENELITIAN BAHASA
JUDUL, LATAR BELAKANG, DAN RUMUSAN MASALAH
                                  DOSEN: Gede Rai Parsua,S.Ag., M.Pd.

                                 IHDN DENPASAR
OLEH
                                         NAMA : LUH YANTINI
                     NIM      : (11.1.2.2.1.242)
                                     

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
PENDIDIKAN BAHASA BALI
     TAHUN 2014
Judul     :
ANALISIS MAKNA, NILAI RELIGIUS DAN PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM KEKAWIN DADAP SANGKUR PADA BARIS DADAP SANGKUR  DI DESA PAKRAMAN TEMBOK.

Latar Belakang
Agama merupakan suatu kepercayaan yang dianut oleh seseorang bukan kerena suatu paksaan melainkan kerena suatu naluri diri untuk mempercayai suatu agama tertentu. Tentu kita sudah tidak asing dengan kata agama. Setiap agama memiliki kepercayaannya masing-masing. Jika berbicara masalah agama, pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Agama Hindu, yang merupakan  agama yang tertua, agama yang mempercayai  Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang membuat semuanya ada. Masyarakat hindu di bali selain terkenal dengan nyayahnya, juga terkenal dengan tradisinya. Tradisi turun temurun dari nenek moyangnya.
       Bali memiliki banyak keunikan, tradisi, adat istiadat yang luar biasa uniknya, banyak orang mengatakan hidup di bali seperti hidup dirumah tuhan. Karna di bali identik dengan hidup nyayah dan beryadnya. Dengan yadnya masyarakat beragama hindu di bali memiliki kehidupan yang makmur dengan berdampingan dengan seni dan tradisinya. Bali tidak pernah lepas dari seninya, jika diluar sana banyak orang gencar-gencarnya membicarakan teknologi dan iptek, namun masyarakat bali tetap membicarakan, dan berlomba-lomba untuk nyayah dan mengasah kemampuan seninya, ini bukanlah tuntutan namun ini adalah kesadaran yang timbul dari dalam diri masyarakat hindu di bali
            Bila menyinggung masalah agama tidaklah bisa lepas dari yang namanya suatu adat-istiadat, tradisi atau kebiasaan . Agama identik dengan tradisinya, agama selain  menumbuhkan kita menjadi manusia yang memiliki moral, etika, susila, agama juga membentuk kita menjadi orang yang memiliki jiwa seni, baik dari seni anyam, suara, gerak/tari, maupun musik. Semua itu karena adanya suatu agama yang dipercayainya. Bagi kita agama hindu, kata ngayah bukanlah suatu kata yang asing, karena sudah kita sering dengar. Ngayah identik dengan beryadnya, beryadnya tidak selalu berupa uang. Namun bisa dalam bentuk tenaga, hiburan dan lain sebagianya. Ngayah menjadikan kita manusia yang memiliki sifat olas asih, gotong royong dan sebagai ajang untuk mengasah kemampuan diri .
 Jika kita berbicara masalah ngayah tentu kita sudah sering melihat. Orang-orang yang menari pada saat upacara-upacara keagamaan. Salah satunya yaitu Tarian Baris berkelompok. Setiap desa memiliki keunikan tari yang berbeda-beda,  khususnya di desa pakraman Sambirenteng yang semula bernama desa Kayu Samah ada satu tarian unik yang sering disebut dengan Tari Baris Dadap Sangkur yang menggunakan kekawin Dadap Sangkur. Tarian ini sudah ada  sejak desa adat ini berdiri. Desa pakraman sambirenteng tergolong desa kuno yang didalamnya masih menganut tradisi yang sangat kental salah satunya yaitu tarian baris ini. Di desa Pakraman Sambirenteng ada tiga tarian baris, yang pertama disebut baris, kedua presi dan yang ketiga disebut dengan dadap yang lengkapny bernama Dadap Sangkur. Tarian Dadap Inilah yang angat unik dan masih dilestarikan keberdaannya disamping tarian baris lainnya.
Tarian ini ditarikan dalam upacara keagamaan besar seperti bhatara Tuun Kabeh dan upacara-upacara Dewa Yadnya  besar lainnya. Setiap irama kekawin yang dikumandangkan memilkki nilai religius yang tinggi selain gerakanny yaga sangat berfariasi. Tarian Dadap Sangkur selalu disambut hangat bagi para penontonnya, karena dibandingkan tarian baris yang lainnya tarian Dadap Inilah yang memiliki keunikan yang tinggi.
Tari Dadap Sangkur yang menggunakan kekawin Dadap Sangkur ditarikan oleh 8 orang penari, yang menarikan tarian  dan saling bersautan lagu satu sama lain lagu itu tergolong lagu kekawin yang diikat oleg guru dan laghu. Tarian Dadap Sangkur membawa sebuah jukung kecil dan keris. Tarian baris Dadap Sangkur menceritakan tentang parajurit yang berperang. Dalam tarian ini menggunakan  nyanyian pembuka sebagai tanda dimulainya tarian tersebut.
Jika dilihat masa sekarang  bisa dikatakan sulit untuk menguasai dua seni sekaligus yaitu seni tari dan suara, namun berbeda di desa pakraman Sambirenteng, calon-calon pragina baris sudah direkrut dari masuk organisasi sekaa Truna Truni. Agar nantinya jika terpilih menjadi anggota pragina tidak terlalu susah untuk mempelajarinya, seperti halnya menguasai tarian Dadap Sangkur
Tari Dadap Sangkur dulu dimiliki oleh Panca Satak diataranya desa Sambirenteng,  Desa Pinggan, Desa Siakin, Desa Songan, dan Desa Tembok. Dan sampai sekarang kelima desa itu tetap melestarikan. Tarian ini selain dituntut supaya mahir dalam menggerakkan anggota  tubuh, juga dituntut untuk mahir dalam cengkok kekawin, karena kekewin yang ditembangkan merupakan pokok dalam tarian ini.
Berbicara mengenai kekawin tentu kita tidak akan bisa lepas dari guru dan lagu yang  mengikat kekawin tersebut. Kekawin pada umumnya menggunakan bahasa kawi yang mengandung makna-makna tertentu di dalamnya. Kekawin merupakan salah satu bentuk kesusastraan dalam bentuk tembang atau nyanyian.
Kesusastraan Bali telah dikategorikan sebagai salah satu bentuk sastra daerah di Indonesia yang masih hidup di dalam lingkungan kebudayaan masyarakat Bali. Sebagaimana halnya dengan kesusastraan lainnya, kesusastraan Bali masih hidup dan berkembang baik secara lisan maupun tertulis. Misalnya kesusastraan Bali lisan yaitu berupa tutur dari mulut kemulut, sedangkan kesusastraan Bali tertulis yaitu berupa tutur, tapi teksnya masih bisa ditemukan, misalnya dalam bentuk teks satua, geguritan, kekawin  dan lain-lain.
Hal tersebut dapat terlihat dari hasil karya sastra berbahasa Bali yang terus tumbuh dan berkembang. Di dalam pertumbuhan dan perkembangannya, kesusastraan Bali masih banyak dipengaruhi oleh kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Bali merupakan hasil karya cipta sastrawan serta merupakan hasil imajinasi orang Bali yang menjadi kebudayaan dan dilestarikan secara turun temurun, karena didalam kesusastraan Bali tersebut tersirat pendidikan karakter yang dipakai tauladan dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak akan bisa punah oleh perkembangan zaman. Hasil dari pada karya satra berkembang dan menjadi hasil kebudayaan yang adiluhung dan berkembang berkat pendukungnya atau pencipta dari karya sastra itu sendiri dan penikmatnya.
Secara garis besar kesusastraan Bali dapat dibedakan menjadi dua yaitu kesusastraan Bali purwa dan kesusastraan Bali anyar. Istilah kesusastraan Bali purwa sering disebut dengan istilah kesusastraan Bali tradisional sedangkan kesusastraan Bali anyar sering disebut dengan kesusastraan Bali modern. Kekawin  merupakan bentuk karya sastra Bali tradisional yang sangat di gemari pada zaman dahulu sampai sekarang . kekawin adalah ungkapan pribadi  manusia yang dituangkan lewat irama-irama suci  yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa
Keberadaan sastra khususnya kekawin banyak mengandung pendidikan karakter yang dapahami sebagai cermin kehidupan. Memperkenalkan kekawin pada masyarakat khalayak  setidaknya dapat membentuk kepribadian menjadi lebih baik. pesan yang terkandung dalam kekawin dapat mengajarkan kita menjadi manusia yang lebiah baik dari sebelumnya, karena dalam kekawin mengandung unsur tutur yang didalamnya banyak tersirat pesan-pesan yang sangat baik kita pelajari.
Apabila kita telusuri kekawin sesungguhnya bukan hanya merupakan suatu hasil karya sastra yang memiliki nilai yang tinggi, akan tetapi lebih dari pada itu. Kekawin  banyak menyimpan filsafat hidup yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan dapat dijadikan pedoman hidup dalam membina kehidupan bermasyarakat dan tuntutan hidup dalam pembentukan pribadi dan budi pekerti yang luhur bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali pada khususnya. Alam dalam kaitannya dengan pendidikan, maka kekawin adalah salah satu media untuk memberikan nilai-nilai pendidikan yang sifatnya mendidik.
Kekawin merupakan sebuah bentuk sastra yang dipakai media untuk menyampaikan nasehat atau tutur yang disampaikan dengan irama-irama yang merdu yang biasanya menggunakan bahasa kawi atau bahasa jawa kuna. kekawin  merupakan alat pendidikan untuk membantu  orang tua zaman-zaman dulu untuk menumbuhkan sikap-sikap moral yang baik dan kekawin tidak saja dipakai sebagai sarana upacara keagamaan. kekawin yang pada khususnya mengandung nilai-nilai pendidikan akan memberikan nasehat-nasehat yang baik yang patut ditiru sebagai cermin dalam menjalani kehidupan.
Pentingnya nilai pendidikan yang terkandung dalam sastra menyebabkan kekawin  tersebut perlu dikaji. Karya-karya sastra Bali sebagai salah satu khasanah budaya dan refleksi kepribadian masyarakat Bali, merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan perlu dikaji secara berkesinambungan, dan nantinya dapat sebagai alat pemandu dalam kehidupan.
Memilih sebuah karya sastra yang berupa kekawin bukan hanya sekedar menganalisis apa yang terdapat dalam kekawin tersebut, melainkan dapat memberikan sebuah kontribusi kepada kalangan akademisi, masayarakat, dan anak-anak mengenai apa yang tersurat serta tersirat dalam sebuah karya sastra kekawin tersebut. Karena dalam sebuah karya sastra yang berupa kekawin , pengarang akan selalu menyelipkan sebuah nilai-nilai, yang sifatnya mendidik untuk kehidupan manusia, setelah kita mampu untuk mencari makna dan nilai  dari kekawin itu, pembaca dapat mengaflikasikan nilai-nilai tersebut dalam menjalani kehidupan seterusnya.
Sebuah karya sastra kekawin akan selalu dapat berkembang dan eksis apabila didukung oleh pendukungnya itu sendiri, artinya selalu ada orang yang mau  melestarikan karya sastra yang berupa kekawin  tersebut setidaknya dapat memperkenalkan karya sastra yang berupa kekawin dari kalangan anak-anak, remaja sampai pada yang dewasa, karena sebuah karya sastra yang berupa kekawin  dapat dijadikan media dalam sebuah pembelajaran, sehingga dapat menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra kekawin itu sendiri.
 Seiring  dengan perkembangan zaman dan teknologi yang begitu pesat keberadaan karya sastra yang berupa kekawin , secara perlahan mulai ditinggalkan oleh masyarakat, bahkan sudah menjadi sesuatu hal yang kurang menarik dihati para masyarakat, khusunya bagi remaja atau anak-anak. Mereka lebih senang mendengar musik-musik band, pop , anak-anak lebih tertarik pada musik modern, karena dalam musik memiliki keunggulan dibandingkan kekawin misalnya menggunakan alat musik yang modern dan bisa difariasikan , penyayi yang memiliki penampilan yang menarik sesuai dengan tuntutan zaman , jenis musik yang beranekaragam, dan kata-kata yang digunakan lebih gampang dan mudah untuk diingat, sehingga remaja akan lebih mudah mengingat dan menirukan musik tersebut . Bila kita bandingkan dengan karya sastra yang berbentuk kekawin , secara umum masih menggunakan bahasa yang sulit untuk dipahami, tidak menggunakan alat musik yang menarik , sehingga remaja atau anak-anak  kurang menarik dengan kekawin . Meskipun demikian disisi lain masih ada juga sebagian masyarakat yang ingin melestarikan keberadaan kekawin-kekawin  tersebut. Karena dalam sebuah karya sastra yang berbentuk kekawin  memiliki banyak nilai-nilai filsafat kehidupan. Keberadaan karya sastra yang tercipta melalui elemen masyarakat sangat khas dan melekat pada jiwa si pengarang maupun si penikmat. Kekawin  merupakan suatu karya sastra tradisional masih memiliki tempat di hati masyarakat sekarang.
Seperti fenomena dalam sebuah kekawin yang berjudul kekawin Dadap Sangkur. Meskipun kekawin  ini tidak begitu dikenal dimasyarakat luas dan hanya desa-desa tertentu yang tau, namun didalamnya mengandung banyak nilai-nilai yang mendidik serta memiliki pesan-pesan moral yang banyak diambil dari kehidupan sosial dimasyarakat, sehingga bagi yang memahami kekawin ini pasti akan mengetahui pesan-pesan yang terkandung dalan kekawin ini, karena banyak hal yang tersirat dalam kekawin ini,. Yang membuat kekawin Dadap Sangkur pada baris Dadap Sangkur menarik untuk dikaji yaitu karena beberapa isi yang terdapat didalamnya mengajarkan  bahwa kita sebagai manusia harus senantiasa menjalankan ajaran dharma walaupun dalam mencapai dharma itu kita harus merasakan penderitaan.
Untuk itu penulis sangat tertarik untuk mengkaji karya sastra tradisional yang berupa kekawin“ Dadap Sangkur pada Baris Dadap Sangkur ”  untuk mengetahui makna, nilai religius  dan pendidikan  karakter yang terkandung di dalamnya dengan judul “ANALISIS MAKNA, NILAI RELIGIUS  ,DAN  PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM KEKAWIN DADAP SANGKUR PADA BARIS DADAP SANGKUR  DI DESA PAKRAMAN SAMBIRENTENG”.Adapun alasan peneliti memilih kekawin  tersebut sebagai bagai bahan kajian adalah kerena dalam kekawin ini banyak amanat-amant yang tersirat yang sangat penting untuk bisa kita terdampak dalam kehidupan bermasyarakat sehingga sangat menarik untuk dikupas dan di teliti baik dari segi maknan,nilai religius maupun pendidikan karakter yang dikandungnya. Disamping itu, penelitian ini sedikit tidaknya dapat memberikan jawaban makna, nilai religius dan pendidikan karakter apa saja yang terkandung dalam kekawin, sehingga kita dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Rumusan Masalah ;
1.      Makna apakah yang terkandung dalam kekawin  Dadap Sangkur ?
2.      Nilai Religus apakah yang terkandung dalam Kekawin Dadap Sangkur ?
3.      Bagaimana pendidikan karakter yang terkandung dalam kekawin  Dadap Sangkur?


             
             

tatwa


   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tuhan yang menciptakan bhuwana agung beserta isinya, dan juga bhuana alit. Bhuwana alit dapat bergerak atau  hidup disebabkan oleh Tuhan. Tuhan atau Ida Sang Hyang Widi Wasa yang ada didalam bhuana alit disebut dengan jivatman. Sebagai umat Hindu kita percaya dengan adanya atman yang memberi hidup kepada semua makluk. Atman merupakan percikan sinar suci dari Tuhan atau ada yang menyebutkan juga bahwa atman adalah bagian terkecil dari Brahman. Atman tidak terhitung jumlahnya, tidak terlahirkan dan juga tidak akan pernah mati. Atman bersifat kekal abadi. Atman yang ada dalam makluk yang satu sama dengan atman yang ada dalam makluk lainya. Didalam Hindu kita mengenal ajaran “ Tat Tvam Asi” yang berarti engkau adalah aku, aku adalah engkau, kita semua sejatinya sama. Oleh karena itu sebagai manusia yang mengerti akan ajaran ini hendaknya mempunyai rasa tenggang rasa terhadap sesama, menyayangi binatang / tidak menyakitinya dan juga menjaga serta melestarikan lingkungan.
            Dewasa ini banyak terjadi hal – hal yang asusila, seperti seorang ayah tega membunuh istrinya sendiri, mutilasi, pemerkosaan, dan tindakan – tindakan kriminal lainnya. Apakah mereka tidak menyadari dengan apa yang dilakukanya? Seharusnya sesama manusia kita saling menghormati dan menghargai, bukannya saling menyakiti dan sampai membunuh. Oleh karena itu memahami hakekat dari atman mempunyai arti yang penting. Dengan menyadari bahwa manusia sesungguhnya adalah Tuhan (jivatman) yang mempunyai akal dan pikiran, dan kita sejatinya adalah sama, maka jangan sampai melakukan hal – hal asusila yang dilarang oleh Tuhan.



1.2 Rumusan Masalah
1.2.1.   Bagaimanakah pengertian Punarbhawa ?
1.2.2.     Bagaimanakah sloka-sloka yang menyebutkan tentang Punarbhawa?
1.2.3.  Bagaimana Siklus Brahman Atman aikyam ?

1.3 Tujuan
                  1.3.1.  Untuk mengetahui pengertian Punarbhawa.
1.3.2.    Untuk mengetahui sloka-sloka yang menyebutkan tentang Punarbhawa.
1.3.3    Untuk mengetahui siklus Brahman Atman aikyam

1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi mahasiswa sekaligus sebagai calon guru dan sebagai makhluk ciptaannya, supaya bisa mengerti dengan baik    mengenai apa itu Punarbhawa, sloka-sloka tentang Punarbhawa, dan bagaimana siklus Brahman Atman aikyam tersebut.    
1.4.2. Bagi penulis hendaknya dapat lebih memahami tentang apa itu Punarbhawa, sloka-sloka tentang Punarbhawa, dan bagaimana siklus Brahman Atman aikyam tersebut.   

PEMBAHASAN

2.1. PUNARBHAWA TATWA.  
2.1.1.   Pengertian Punarbawa
Pengertian Punarbhawa tattwa : Kata Punarbhawa berasal dari bahasa sansekerta, terdiri dari 2 kata yaitu
 punar yang berarti lagi,kembali dankata Bhawa yang berarti menjelma. Jadi Punarbhawa berarti kelahiranyang berulang ulang yang juga disebut penitisan atau samsara.Punarbhawa atau samsara ini terjadi diakibatkan oleh adanya hukumkarma , dimana karma yang jelek menyebabkan atma menjelma kembaliuntuk memperbaiki perbuatannya itu atau atma itu masih dipengaruhi oleh karma wesana(bekas bekas atau sisa sisa perbuatan) ataukenikmatan duniawi sehingga tertarik untuk lahir ke dunia.
                Punarbhawa atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Proses jiwatman meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru inilah disebut Punarbhawa

2.1.2. Sloka-Sloka yang menyebutkan tentang Punarbhawa

Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran”. Demikian pula disebutkan:
Sribhagavan uvacha,
bahuni me vyatitani,
janmani tava cha rjuna,
rani aham veda sarvani,
na tvam paramtapa
(Bh. G. IV.5)

Sri Bhagawan (tuhan) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak,. Parantapa.
Atman yang masih diselubungi oleh suksma sarira dan masih terikat oleh adanya kenikmatan duniawi, menyebabkan Atman itu awidya, sehingga Ia belum bisa kembali bersatu dengan sumbernya yaitu Brahman (Hyang Widhi). Hal ini menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang.
Segala bentuk prilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Dan wasana (bekas-bekas perbuatan) ini ada bermacam-macam. Jika wasana itu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal-hal keduniawian sehingga atman itu lahir kembali.

Karmabhumiriya brahman,
phlabhumirasau mata
iha yat kurate karma tat,
paratrobhujyate.
(S.S.7)

Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan buruknya karma itu juga akhirnya dinikmatilah karma phala itu. Artinya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya, menjelmalah kembali ia, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sangskara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah-kawah neraka, adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah ia berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan-perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.
Karma dan Punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karma adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan punarbhawa adalah kesimpulan dari semua karma itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa dan Atman akan mengalami neraka serta dalam Punarbhawa yang akan datang akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau menderita dan bahkan dapat menjadi mahluk yang lebih rendah tingkatannya. Sebaliknya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan mengakibatkan Atman (roh) menuju sorga dan jika menjelma kembali akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Di dalam Weda (S.S.48) dinyatakan sebagai berikut:

“Adharmarucayo mandas,
tiryaggatiparayanah,
krocchram yonimanuprapya,
na windanti sukham janah.

Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami kesenangan.
Sedangkan orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma), Sarasmuccaya menyebutkan: “Adapun orang yang selalu melakukan karma baik (cubhakarma), ia dikemudian hari akan menjelma dari sorga, menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya dan berderajat mulia. Itulah hasil yang didapatnya sebagai hasil (phala) dari perbuatan yang baik”.
Kesimpulannya, dengan keyakinan dengan adanya Punarbhawa ini maka orang harus sadar, bahwa bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Iyam hi yonihprathama,
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih  cubhalaksanaih
(S.S. 4)

Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

Sopanabhutam Swargasya,
manusyam prapya durlabham,
tathamanam samadyad,
dhwamsetana purna yatha
. (S.S. 6)

Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan.
Diantara semua mahluk hidup yang ada didunia ini, manusia adalah mahluk yang utama. Ia dapat berbuat baik maupun buruk, serta dapat melebur perbuatannya yang buruk dengan perbuatan yang baik. Oleh karena itu seseorang sepatutnya bersyukur dan berbesar hati lahir sebagai manusia. Karena sungguh tidaklah mudah untuk dapat dilahirkan menjadi manusia sekalipun manusia hina.
Itulah sebabnya, maka seorang hendaknya dapat menghargai dan menggunakan kesempatan yang amat berharga ini untuk membebaskan diri dari kesengsaraan dan menuju pada kebahagiaan yang abadi yang sisebut Moksa atau kelepasan. Memang sungguh disayangkan, apabila kesempatan yang baik ini berlalu tanpa makna. Kelahiran manusia dikatakan berada ditengah-tengah antara sorga dan neraka. Jika kebajikan yang diperbuat maka tentulah hidupnya akan meningkat, tetapi jika dosa yang dilakukan, sudah pastilah akan jatuh ke neraka. Jadi setiap kali kelahiran sebagai manusia patutlah digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hidup ke jenjang yang lebih mulia dan luhur. 
Dalam rangka meningkatkan karma baik maka pada saat berdoa mohonlah agar kita senantiasa menjadi alat pembalas karma yang baik. Oleh karena itu, gunakan hidup ini sebaik-baiknya untuk meningkatkan karma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkatkan kualitas dan kesucian jiwatman. Punarbbhawa atau tumimbal lahir atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Untuk meningkatkan kualitas jiwatman maka setelah waktu tertentu jiwatman kembali kedunia dengan menggunakan badan jasmani yang baru.
Proses jiwatman meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru inilah disebut Punarbhawa.
Untuk memahami dan meyakini hukum punarbhawa bisa kita lakukan secara logika maupun dengan meyakini Wahyu Tuhan melalui kitab-kitab suci.Jika kita perhatikan bahwa alam ini semuanya mengalami siklus ( perputaran ). Bahkan planet-planet ini bisa stabil pada tempatnya karena berputar. Ada perputaran siang dan malam, Perputaran waktu, perputaran rantai makanan, perputaran dari air laut mejadi awan, kemudian turun hujan dan kembali ke laut, dan masih banyak lagi jenis-jenis perputaran kehidupan. Intinya bahwa segala sesuatu di alam ini mengalami perputaran sehingga bisa stabil. Demikian juga manusia yang lahir, tumbuh besar, kemudian meninggal maka akan mengalami perputaran untuk lahir kembali.
Dari pemahaman inijelas bahwa manusia akan mengalami punarbhawa.
Kemudian dalam Kitab Suci Bhagawad gita.

 beberapa sloka menyiratkan secara jelas tentang punarbhawa antara lain :
1.      Seperti halnya sang jiwatman yang melewatkan waktunya dalam badan ini dari masa kanak-kanak, remaja dan usia tua, demikian juga bila ia berpindah ke badan yang lainnya. Orang bijaksana tak akan terbingungkan oleh hal ini.” ( Bab II, sloka 13 )
2.      Bagaikan seseorang yang menanggalkan pakaian usang dan mengenakan pakaian lain yang baru, demikianlah jiwatman yang berwujud mencampakkan badan lama yang telah usang dan mengenakan badan jasmani baru. “ ( Bab II, sloka 22 )
3.      Bagi seseorang yang lahir, kematian sudahlah pasti dan pasti ada kelahiran bagi mereka yang mati, sehingga terhadap hal yang tak terrelakkan ini janganlah engkau berduka.” ( Bab II, sloka 27).
Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
4.      Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”
Masih banyak sloka-sloka lain yang menjelaskan tentang punarbhawa ini.
  • Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa, Dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan
    1. Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara ( lahir dan mati berulang-ulang ) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Dari sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekannya yaitu :
  • Untuk berbuat baik kesempatan yang paling luas adalah bila menjelma menjadi manusia.
  • Berbuat baik ( Subha karma ) adalah cara untuk melepaskan diri dari keadaan samsara ( punarbhawa ).
Jadi bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Demikian juga bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka kelahiran berikutnya akan menurun kualitasnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terlahir sebagai binatang atau tumbuhan. Oleh karena itu setiap menjalani kehidupan kewajiban manusia adalah untuk meningkatkan Subhakarma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkat kualitasnya sampai akhirnya tujuan hidup yaitu moksartham jagathita tercapai.
2.1.3. Siklus  Brahman Atman aikyam
Jika digambarkan proses hidup manusia dan kelahirannya sampai bersatunya atman dengan brahman ( Brahman Atman aikyam) seperti di bawah ini :
Keterangan : 
1.      Garis tebal merupakan kehidupan saat ini.
2.      Garis tipis kehidupan kelahiran dengan kualitas meningkat yang menuju bersatunya Brahman
3.      Garis putus-putus kehidupan kelahiran dengan kualitas menurun yang semakin jauh dari Brahman.

Kesimpulan :
Gunakan hidup ini sebaik-baiknya untuk meningkatkan karma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkatkan kualitas dan kesucian jiwatman.
PENUTUP

3.1   Kesimpulan.
Berdasarkan isi dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi dua hal, yakni ketepatan atau validitasnya dan ketetapan atau keajegannya atau reliabilitasnya.
2.      Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang yang seharusnya dinilai. Penilaian tersebut tidak tepat (valid). Alat penilaian yang telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.
3.      Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
4.      Validitas terkait dengan ketepatan objek yang tidak lain adalah tidak menyimpangnya data dari kenyataan, artinya bahwa data tersebut benar, maka konsep reliabilitas terkait dengan pemotretan berkali-kali.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah disajikan akan memberikan ilmu dan informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini kami memohon saran dan kritik guna memperbaiki dikemudian hari