Kamis, 02 Oktober 2014

evaluasi


BAB I
   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar-mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa dan keterlaksanaan program belajar-mengajar. Sedangkan penilaian hasil hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa.
Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya.
Berdasarkan beberapa data di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang akan saya jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang “Validitas dan Reliabilitas Tes Hasil Belajar Siswa” agar dapat lebih memahami apa itu sebenarnya validitas dan reliabilitas serta lebih memahami bagaimana mengetahui suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik.


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1.   Bagaimanakah Validitas Hasil Belajar Siswa?
1.2.2.     Bagaimanakah Reliabilitas Tes Hasil Belajar Siswa?
1.2.3.   Bagaimanakah hubungan validitas dengan  reliabilitas ?


1.3 Tujuan
                  1.3.1.  Untuk mengetahui Validitas Hasil Belajar Siswa.
1.3.1.    Untuk mengetahui Reliabilitas Tes Hasil Belajar Siswa .
1.3.1.  Untuk mengetahui hubungan validitas dengan reliabilitas.

1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi mahasiswa sekaligus sebagai calon guru, supaya bisa mengerti dengan baik    mengenai validitas dan reliabilitas tes, supaya nantinya bisa melakukan proses evaluasi sebagaimana mestinya.  
1.4.2. Bagi penulis hendaknya dapat lebih memahami tentang validitas dan reliabilitas tes. Supaya dalam pengaplikasiannya bisa berjalan secara maksimal.











BAB II
PEMBAHASAN


VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES HASIL BELAJAR SISWA
SERTA HUBUNGAN VALIDITAS DENGAN RELIABILITAS TES  

Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat bergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya.
Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi dua hal, yakni ketepatan atau validitasnya dan ketetapan atau keajegannya atau reliabilitasnya.

2.1. Validitas Tes Hasil Belajar Siswa.  
2.1.1.   Pengertian Validitas
Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur, seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, masalah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.
Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Arikunto (1999) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian validitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan ketepatan dan kesahihan suatu instrumen.
Menurut Arikunto (1999) suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil- kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Demikian pula kita ingin mengetahui waktu tempuh yang diperlukan dalam perjalanan dari satu kota ke kota lainnya, maka sebuah jam tangan biasa adalah cukup cermat dan karenanya akan menghasikan pengukuran waktu yang valid. Akan tetapi, jam tangan yang sama tentu tidak dapat memberikan hasil ukur yang valid mengenai waktu yang diperlukan seorang atlit pelari cepat dalam menempuh jarak 100 meter dikarenakan dalam hal itu diperlukan alat ukur yang dapat memberikan perbedaan satuan waktu terkecil sampai kepada pecahan detik yaitu stopwatch.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan sebenarnya.



2.1.2. Macam-Macam Validitas
Di dalam buku Encyclopedia of Educational Evaliation yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan:
A test is valid if it measures what it purpose to measure. Atau jika diartikan lebih kurang demikian: sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah “sahih”.
Sebenarnya pembicaraan validitas ini bukan ditekankan pada tes itu sendiri tetapi pada hasil pengetesan atau skornya.
Contoh:
Skor yang diperoleh dari hasil mengukur kemampuan mekanik akan menunjukkan kemampuan seseorang dalam memegang dan memperbaiki mobil, bukan pengetahuan orang tersebut dalam hal yang berkaitan dengan mobil. Tes yang mengukur pengetahuan tentang mobil bukanlah tes yang sahih untuk mekanik.
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes.
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.    1. Validitas Logis
Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika” atau validitas logis sering juga disebut sebagai analisis kualitatif yaitu berupa penalaran atau penelaahan. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain misalnya membuat sebuah karangan, jika penulisan sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara logis karangannya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa validitas logis dapat dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai disusun.
Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu validitas isi dan validitas konstrak (construct validity). Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi. Selanjutnya validitas konstrak sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstrak aspek-aspek kejiwaan yang seharusnya dievaluasi.
Untuk menganalisis soal ditinjau dari segi teknis, isi, dan editorial. Analisis secara teknis dimaksudkan sebagai penelaahan soal berdasarkan prinsip-prinsip pengukuran dan format penulisan soal. Analisis secara isi dimaksudkan sebagai penelaahan khusus yang berkaitan dengan kelayakan pengetahuan yang ditanyakan. Analisis secara editorial dimaksudkan sebagai penelaahan yang khususnya berkaitan dengan keseluruhan format dan keajegan editorial dari soal yang satu ke soal yang lainnya.
Analisis kualitatif lainnya dapat juga dikategorikan dari segi materi, konstruksi, dan bahasa. Analisis materi dimaksudkan sebagai penelaahan yang berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan dalam soal serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan soal. Analisis konstruksi dimaksudkan sebagai penelaahan yang umumnya berkaitan dengan teknik penulisan soal. Analisis bahasa dimaksudkan sebagai penelaahan soal yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD. Melalui analisis kualitatif dapat diketahui berfungsi tidaknya sebuah soal.
2     Validitas Empiris
Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Analisis soal secara kuantitatif menekankan pada analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Karakteristik internal secara kuantitatif dimaksudkan meliputi parameter soal tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Khusus soal-soal pilihan ganda, dua tambahan parameter yaitu dilihat dari peluang untuk menebak atau menjawab soal benar dan berfungsi tidaknya pilihan jawaban, yaitu penyebaran semua alternative jawaban dari subyek-subyek yang dites. Salah satu tujuan dilakukannya analisis adalah untuk meningkatkan kualitas soal, yaitu apakah suatu soal dapat diterima karena telah didukung oleh data statistik yang memadai, diperbaiki karena terbukti terdapat beberapa kelemahan atau bahkan tidak digunakan sama sekali karena terbukti secara empiris tidak berfungsi sama sekali.
Sebagai contoh sehari-hari, sesorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Contoh lain, seseorang dapat dikatakan kreatif apabila dari pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut sudah banyak menghasilkan ide-ide baru yang diakui berbeda dari hal-hal yang sudah ada. Dari penjelasan dan contoh-contoh tersebut diketahui bahwa validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman.
Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua cara, yaitu yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang sudah ada tersedia, yang sudah ada disebut memiliki validitas “ada sekarang”, yang ada dalam istilah bahasa inggris disebut memiliki concurrent validity. Selanjutnya instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memiliki validitas ramalan atau validitas prediksi, yang dalam istilah bahasa inggris disebut memiliki predictive validity.

2.1.3.  Jenis-jenis Validitas
Menurut Sudijono (2009) terdapat berbagai jenis validitas, antara lain:
1.       Pengujian Validitas Tes Secara Rasional
Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis.
a.      Validitas Isi (Content Validity)
Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur.
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelususran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahkan pelajaran yang seharusnya diteskan (diujikan).
Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.
b. Validitas konstruksi (Construct Validity)
    Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.
Validitas konstruksi juga dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya. Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut telalh dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis.
2.      Pengujian Validitas Tes Secara Empirik
Validitas empirik adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan.
a. Validitas ramalan (Predictive validity)
   Validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.
Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.

b. Validitas bandingan (Concurrent Validity)
Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah, antara tes pertama dengan tes berikutnya.


2.2.  Reliabilitas Tes Hasil Belajar Siswa.
2.2.1.    Pengertian Reliabilitas
Menurut Sugiono (2005) Pengertian Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Menurut Sukadji (2000) reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Menurut Nursalam (2003) Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama – sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian reliabilitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reliabilitas adalah suatu keajegan suatu tes untuk mengukur atau mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur.
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai).





2.2.2. Reliabiltas dalam penelitian
1.      Ketergantungan (dependability).
Konsep ketergantungan berkaitan erat dengan keterandalan. Hasil dari pengujian awal diharapkan akan konsisten dengan pengujian-pengujian berikutnya.
  1. Hasilnya selalu berupa numerik dan tak boleh berubah-ubah
Karena merupakan karakteristik dari proses ukuran. Reliabilitas selalu menunjukkan keandalan instrumen penelitian dalan berbagai bentuk, yakni hasil pengujian yang sama jika dilakukan oleh orang yang berbeda (inter-penilai), hasil pengujian yang sama jika dilakukan oleh orang yang sama dalam waktu berbeda (pengetesan ulang), hasil pengujian yang sama jika dilakukan oleh orang yang berbeda dalam waktu bersamaan dengan tes yang berbeda (bentuk paralel), dan hasil pengujian yang sama dengan menggunakan berbagai pernyataan-pernyataan membangun (konsistensi internal).

2.2.3. Jenis-Jenis Reliabilitas
1.      Reliabilitas stabil (stability reliability)
Mengacu pada waktu. Untuk menentukan stabilitas, tes dilakukan ulang terhadap variabel yang sama di waktu yang berlainan. Hasil pengujian tersebut akan dibandingkaan dan berkorelasi dengan pengujian awal untuk memberikan stabilitas.
2.      Reliabilitas terwakili (representative reliability)
Mengacu pada keterandalan masing-masing grup. Menguji apakah penyampaian indikator sama jawabannya saat diterapkan ke kelompok yang berbeda-beda.
3.      Reliabilitas seimbang (equivalence reliability)
Menerapkan banyak indikator yang dapat dioperasionalisasikan ke semua konsepsi pengukuran. Kesetaraan keandalan akan menggunakan dua instrumen untuk mengukur konsep yang sama pada tingkat kesulitan yang sama. Reliabilitas atau tidaknya pengujian akan ditentukan dari hubungan dua skor instrumen, atau lebih dikenal dengan hubungan antara variabel bebas (independen variable) dengan variabel terikat (dependen variable).

Cara meningkatkan
  1. Mengonsep satu variabel dengan jelas.
  2. Setiap pengukuran harus merujuk pada satu dan hanya satu konsep/variabel. Sebuah variabel harus spesifik agar dapat mengurangi intervensi informasi dari variabel lain.
  3. Menggunakan level pengukuran yang tepat. Semakin tinggi atau semakin tepat suatu level pengukuran, maka variabel yang dibuat akan semakin reliabel karena informasi yang dimiliki semakin mendetail. Prinsip dasarnya adalah cobalah melakukan pengukuran pada level paling tepat yang mungkin diperoleh.
  4. Gunakan lebih dari satu indikator. Dengan adanya lebih dari satu indikator yang spesifik, peneliti dapat melakukan pengukuran dari range yang lebih luas terhadap konten definisi konseptual.
  5. Gunakan Tes Pilot, yakni dengan membuat satu atau lebih draft atau dalam sebuah pengukuran sebelum menuju ke tahap hipotesis (pretest). Dalam penggunaan Pilot Studies, prinsipnya adalah mereplikasi pengukuran yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dari literatur-literatur yang berkaitan. Selanjutnya , pengukuran terdahulu dapat dipergunakan sebagai patokan dari pengukuran yang dilakukan peneliti saat ini. Kualitas pengukuran dapat ditingkatkan dengan berbagai cara sejauh definisi dan pemahaman yang digunakan oleh peneliti kemudian tetap sama.

2.3.  Hubungan Antara Validitas Dengan Reliabilitas
Umumnya orang berpendapat bahwa validitas mempunyai hubungan proporsional dengan reliabilitas. Orang menduga bahwa semakin valid suatu tes, semakin reliabel dan sebaliknya. Dugfaan itu tidkak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya betul (Noeng Muhadjir,1984:56)
Ada kemungkinan hubungan antara valkiditas reliabilitas itu bersifat independent, bebas satu sama lain dan dapat pula bersifat detrimental.
Bila tes itu heterogen, mungkin mempunyai reliabilitas keajegan internal rendah., tetapi mempunyai validitas predikatif yang tinggi. Bila suatu tes bersifat homogeny mungkin sekali mempertinggi reliabilitas tanpa mempengaruhi validitasnya dengan menambah item tanpa menambah varians menambah varians dalam factor umum yang tidak bersangkutan dengan kriteria.
Tujuan validitas dan reliabilitas seringkali bersilanga. Bila kita ingin mempunyai suatu tes reliabel sekaligus valid dengan koefisien tinggi, sering kita mengerjakan pekerjaan yang mempunyai tujuan bersilangan. Reliabilitas maksimal membutuhkan interkorilasi tinggi antaritem, sedangkan validitas prediktif yang maksimal memerlukan interkorilasi antaritem rendah. Reliabilitas maksimal membutuhkan item dengan tingkat kesukaran sama, sedangkan validitas prediktif maksimal menuntut tes memiliki taraf kesukaran berbeda, sehingga perlu kompromi.
Bila kita ingin mempertinggi reliabilitas suatu tes dan sekaligus mempertinggi validitas, cara yang dapat ditempuh adalah menambah varian factor umum.
Namun jika langkah ini kita ambil, sebaiknya diperhitungkan apakah penambahan factor umumini dapat terjangkau oleh peserta didik. Oleh karena itu perlu dalam penentuan perencanaan, terutama dalam penyusunan kisi-kisi tes, factor umum yang akan diperbanyak itu diperhitungkan juga jangan terlalu keluar dari program dan proses pendidikan sebelumnya. 










BAB III
 PENITUP

3.1   Kesimpulan.
Berdasarkan isi dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi dua hal, yakni ketepatan atau validitasnya dan ketetapan atau keajegannya atau reliabilitasnya.
2.      Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang yang seharusnya dinilai. Penilaian tersebut tidak tepat (valid). Alat penilaian yang telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.
3.      Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
4.      Validitas terkait dengan ketepatan objek yang tidak lain adalah tidak menyimpangnya data dari kenyataan, artinya bahwa data tersebut benar, maka konsep reliabilitas terkait dengan pemotretan berkali-kali.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah disajikan akan memberikan ilmu dan informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini kami memohon saran dan kritik guna memperbaiki dikemudian hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar