TATWA
ARTIKEL
SAMKHYA DARSANA
IHDN DENPASAR
OLEH
NAMA : LUH YANTINI
NIM
: 11.1.2.2.1.242
PENDIDIKAN
BAHASA BALI
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
TAHUN
2014
SAMKHYA DARSANA
(Oleh: Luh Yantini )
I.
Pendahuluan
Samkhya dikatakan menjadi salah satu pandangan dunia
metafisik tertua dan filosofi keselamatan . Kata Sankhya berarti menghitung ,
dan Samkhya disebut demikian karena menggambarkan dunia dengan cara enumerative
. Dua puluh lima prinsip yang terdaftar di Samkhya . Dalam versi alternatif dan
lebih rumit , prinsip-prinsip ini bersama dengan atribut mereka terdaftar
sebagai enam puluh prinsip . Untuk alasan ini Samkhya juga disebut Ṣaṣṭhi
Tantra ( yang berarti filosofi enam puluh prinsip ) .
Seperti darśanas lainnya , Samkhya memiliki konsep
perbudakan (bandha) dan pembebasan
( moksa ) . Kurangnya pengetahuan diskriminatif antara Purusa (self atau
kesadaran murni ) dan Prakrti ( alam atau bahan yang mendasari prinsip primal )
, adalah sumber dari mengikat ( bandha ) . Mendapatkan pengetahuan
diskriminatif dan identifikasi dengan Purusa adalah sumber pembebasan ( moksa )
, yang merupakan puncak dari evolusi . Binding dan pembebasan adalah untuk
Prakrti , dan tidak benar-benar untuk Purusa . Mereka hanya ditumpangkan pada
Purusa , karena asosiasi Prakrti - purusa . Dunia ini tidak hanya terlihat ,
tapi nyata .
Purusa adalah asaṃga - cidrūpa , sadar selamanya tidak
memiliki hubungan yang nyata . Dia adalah tempat tinggal pengetahuan, tetapi di
negara dibebaskan atribut Purusa adalah tidak jada ( mengindra / lembam ) atau
ānaṃda
( kebahagiaan) . Samkhya menegaskan
keragaman Diri / Purusa .
Samkhya menjunjung tinggi pariṇāma vada , yang
menjelaskan dunia sebagai manifestasi transformasional dari Prakrti . Prakrti ,
memiliki tiga atribut primal dari Satva , Rajas dan Tamas adalah pencipta dan
dasar dari dunia yang terus mengubah . Ketiga atribut primal mengakibatkan tiga
pengalaman primal makhluk - sukha ( kebahagiaan ) , Dukha ( kesedihan dan rasa
sakit ) dan moha ( ilusi dan lampiran ) . Untuk alasan ini , Samkhya tidak
mengakui suatu Isvara yang memimpin penciptaan ( misalnya Kapila Sutra 1,92 -
Īśvarāsiddeḥ ; 5,2 - Neśvārādhiṣṭhite phala niṣpattiḥ ) . Prakrti adalah
Dirinya sendiri akting dan penyebab substantif alam semesta . Dengan demikian
Samkhya adalah Darsana Nirīśvara
Dalam
pembahasan akan dijelaskan lebih rinci mengenai
samkhya darsana, dan hal-hal apa saja yang akan dibahas dalam samkhya
darsana.
II. Pembahasan
Sad Darsana adalah enam pandangan filsafat Hindu. Secara
Epistemologi Filsafat yang mengkaji keberadaan sesuatu tentang sumber dan
kebenaran pengetahuan (episteme), batas-batas pengetahuan, struktur pengetahuan
dengan Logika, kebenaran dari Filsafat Ilmu. Secara Ontologi Filsafat
yang mengkaji “keberadaan sesuatu” baik kongkrit (fisis), abstrak (metafisis)
sejauh sesuatu itu “ada”.
Seperti : Fisika (alam fisik), Biologi (manusia, binatang, tumbuhan) dan Metafisika (atman, Brahman, waktu). Secara Aksiologi Filsafat yang berbicara masalah
nilai-nilai atau norma-norma yang ada pada manusia, berkaitan dengan baik
dan buruk,
indah dan tidak indah.
Sad Darsana terdiri dari :
- Nyaya, Pendiri ajaran ini adalah Rsi Gotama. Kadang-kadang beliau juga memakai Aksapada atau Dirghatapa. Pokok ajaran Nyaya adalah logika (Tarka Veda).
- Vaisiseka, Pendirinya adalah Rsi Kanada.Beliau juga dikenal dengan nama Kanabhaksaka. Vaisiseka mengajarkan tentang pengetahuan yang menuntut orang untuk realisasi sang diri.
- Samkhya, Menurut tradisi yang mula-mula mengajarkan ajaran Samkhya ialah Rsi Kapila. Samkhya mengajarkan ajaran yang sistematis tentang proses perkembangan kejadian alam semesta.
- Yoga, Pendiri ajaran ini adalah Rsi Patanjali. Yoga mengajarkan latihan mengendalikan badan dan pikiran untuk mencari tujuan terakhir yang disebut samadhi.
- Purwa Mimamsa, Ajaran Mimamsa didirikan oleh Rsi Jaimini. Ajaran ini mengajarkan tentang dasar-dasar ajaran dharma, lebih menekankan kepada ritual dan etika dari pada filsafat.
- Vedanta (Wedanta), bagian akhir dari weda. Ajaran ini disebut juga Utara Mimamsa Vedanda, merupakan puncak filsafat india yang berdasarkan atas ajaran Upanisad. Pokok ajaran Vedanta ialah membicarakan hubungan antara Tuhan dengan dunia, antara Atma dengan Paramatma. Tokoh pendiri Vedanta adalah Rsi Badrayana didalam kitab Bhagavadgita, Vedanta disebut Brahma Sutra. (Sura,1984:13) .
2.1 Samkyya Darsana
Pendiri dari sistem filsafat ini adalah Sri Kapila Muni,
yang dikatakan sebagai putra Brahma dan Avatara Visnu. Kata Samkhya itu sendiri
artinya jumlah dan sistem ini
memberikan sejumlah prinsip-prinsip alam semesta yang sebanyak 25 buah,
sehingga nama Samkhya tersebut sangatlah tepat. Istilah Samkhya juga
dipergunakan dalam pengertian Vicara atau Perenungan filosofis.
Pada sistem Samkhya tak ada penyelidikan secara analitik
kedalam alam semesta, seperti keberadaan yang sesungguhnya, yang merupakan
susunan menurut topik-topik atau katagori-katagori, namun terdapat suatu sistem
tiruan yang diawali dari satu tattwa atau prinsip mula-mula yang disebut Prakrti,
yang berkembang atau mengasilkan (prokaroti) sesuatu yang lain.
Seperti telah disinggung didepan, Samkhya menggunakan 3
sistem atau cara mencari pengetahuan kebenaran, yaitu:
1. Pratyaksa
Pramana artinya pengamatan
langsung,
2. Anumana Pramana artinya penyimpulan/ pemikiran logis
3. Sabda Pramana artinya melalui tradisi lisan antara guru
dengan siswa. Di Nusantara, Sabda Pramana, disebut juga dengan Agama Pramana, sebagai mana yang
termuat dalam Wrhaspati Tattwa, sloka 26.[2]
Sistem Samkhya umumnya dipelajari setelah sistem Nyaya,
karena ia merupakan sistem filsafat yang hebat, dimana para filsuf Barat juga
sangat mengaguminya, karerna secara pasti ia menekankan dualitas dan
pluralitas, karena mengajarkan bahwa ada Purusa atau Roh yang banyak
sekali.
Samkhya menyangkal bahwa suatu benda dapat dihasilkan dari
ketiadaan. Prakrti dan Purusa adalah
1. Anadi artinya tanpa awal dan
2. Ananta (tanpa akhir; tak
terbatas)
Ketidak beradaan Aviveka antara keduanya merupakan
penyebab adanya kelahiran dan kematian. Perbedaan antara Purusa dan Prakrti
memberikan Mukti (pembebasan). Baik Purusa maupun Prakti adalah Sat nyata.
1. Purusa bersifat Asanga (tak terikat)
dan merupakan kesadaran yang meresapi segalanya dan abadi.
2. Prakrti merupakan si pelaku dan si
penikmat, yang tersusun dari atas materi dan rohani yang memiliki atau
terpengaruh orah 3 guna atau sifat, yaitu Sattvam, Rajas dan Tamas.
Prakrti artinya yang mula-mula, yang
mendahului apa yang dibuat dan berasal dari kata “Pra” (sebelum), dan “Kri”
(membuat mirip dengan Maya dari Vedanta).
Prakerti
merupakan sumber dari alam semesta dan ia juga disebut sebagai Pradhana (pokok),
karena semua akibat ditemukan padanya dan ia juga merupakan sumber dari segala
benda.
Ketiga guna tersebut tak pernah berpisah dan saling
menunjang satu sama lain, serta saling bercampur. Keeratan hubungan seperti
nyala api, minyak dan sumbu pada sebuah lampu. Ia membentuk substansi Prakrti.
Akibat dari pertemuan antara Purusa dan Prakrti timbullah ketidak seimbangan
dari tri guna tersebut yang menimbulkan evolusi atau perwujudan. Guna merupakan
obyek-obyek, sedangkan Purusa merupakan subyek saksi.
Prakrti berkembang di bawah pengaruh Purusa awal dari
evolusi Prakrti adalah Mahat atau Kecerdasan Utama, yang merupakan penyebab
alam semesta dan selanjutnya muncul Buddhi dan Ahamkara. Badan (perwakilan)
merupakan milik dari ahamkara, yang merupakan prinsip yang menciptakan
kepribadian. Dari Ahamkara muncullah Manas atau pikiran, yang membawa
perintah-perintah dari ke hendak melalui organ-organ kegiatan Karma Indriya, baik yang merupakan
konsep ataupun yang merupkan Sankalpa-Vikalpa,
yang menirukan data-data indra kedalam pengamatan dan dalam hal ini pikiran
mengambil bagian, baik dalam pengamatan maupun kegiatan. Dalam sistem Samkhya
tak ada Prana Tattwa yang terpisah, di mana 5 Udara vital dihasilkan pikiran
dan organ indra.
Sistem filsfat Samkhya disebut sebagai Nir-Isvara Samkhya
atau Samkhya tanpa Tuhan, yaitu tidak mempercayai adanya Tuhan atau Isvara,
sehingga sifatnya Atheis. Penciptaan berasal dari Prakrti yang ada dengan
sendirinya dan tak ada sangkut pautnya dengan Purusa tertentu yang
menjadikannya. Karena itu, para pengikut sistem filsafat Samkhya menyatakan
bahwa tak perlu adanya pencipta yang cerdas atau bahkan satu kekuatan yang
mengatasinya yang secara jelas bertentangan dengan sistem filsafat Vedanta.
Samkhya menerima teori pengembangan dan penyusutan, dimana
sebab dan akibat merupakan keadaan yang belum berkembang dan pengembangan dari
satu substansi yang sama. Dalam sistem ini tak ada sesuatu hal sebagai
penghancuran total, karena dalam penghancuran, akibat terbawa menjadi penyebab;
jadi hanya itu saja masalahnya. Jadi gambaran sentral dari filsafat Samkhya
adalah akibat benar-benar ada sebelumnya di dalam penyebabnya, seperti seluruh
keberadaan pepohonan yang dalam keadaan terpendam atau tertidur dalam benih
(biji), demikian pula seluruh alam raya ini ada dalam keadaan tertidur dalam
Prakrti yaitu Avyakta (tidak berkembang) ataupun Avyakrtta (tak
terbedakan). Akibat atau hasil tidak berbeda dengan materi penyusunannya.
Samkhya
memberikan suatu uraian katagori-katagori yang didasarkan pada ketepatan
produktif masing-masing, yaitu:
1.
Produktif
(Prakrti),
2. Produktif dan hasil (Prakrti-Vikrti),
3. Hasil (Vikrti), dan
4. Bukan produktif maupun hasil (Anubhayarupa).
Keempat
klasifikasi ini termasuk 25 prinsip atau Tattwa. Prakrti atau Pradhana (pokok)
merupakan produktif murni dan sumber dari semuanya, Tujuh prinsip berikutnya,
yaitu kecerdasan (buddhi), kekuatan (Ahamkara) dan 5 tanmatra (dasar halus)
adalah hasil dan produktif. Buddhi merupakan produktif, karena kekuatan
(ahamkara) berasal dari pengembangannya; tetapi juga dihasilkan dari
pengembangan Prakrti. Ahamkara, disamping merupakan hasil, ia juga produktif,
karena menjadi sumber dari 5 dasar halus atau tanmatra. Ke-16 prinsip
berikutnya, yaitu 10 organ (persepsi dan gerak), pikiran dan 5 unsur (bhuta),
hanya merupkan hasil yang tak dapat menghasilkan substansi pokok lain yang
berbeda dengan dirinya.
Purusa atau Roh, bukanlah hasil ataupun produk, karena
purusa tanpa atribut. Jadi keseluruhan tattwa atau prinsip itu adalah: Purusa,
Prakrti, Buddhi, Ahamkara, Manas, 5 tanmatra, 10 organ persepsi dan penggerak,
5 unsur (bhuta).
Penyelidikan
terhadap sistem filsafat ini adalah untuk menemukan cara menghapuskan 3 macam
penderitaan, yaitu:
1. yang didalam (Adyatmika), misalnya
demam dan penyakit lain-lainnya;
2. yang bersifat surgawi atau diluar
kekuasaan manusia (Adhidaivika), seperti: panas,
dingin, banjir, geledek dsb; dan
3. yang diluar diri manusia atau mahluk
lain (Adhibhautika), sperti sengatan kalajengking, gigitan ular dsb,
serta penyakit akibat kelahiran.
Menurut filsafat Samkhya, mereka yang mengetahui ke 25
prinsip tersebut, akan mencapai kebesan, karena penghentian terakhir dari 3
macam penderitaan tersebut merupakan akhir tujuan kehidupan. Samkya
menguraikannya sebagai berikut: Dari pertemuan antara Purusa dan Prakrti,
timbulah Mahat (yang agung), yang merupakan benih alam semesta, dimana segi
psikologinya disebut Buddhi, yang memiliki sifat-sifat kebajikan pengetahuan,
tidak bernafsu.
Perbedaan antara Mahat dan Buddhi adalah sebagai berikut:
Mahat merupakan asas kosmis
sedangkan Buddhi merupakan asas kejiwaan, yaitu zat halus dari segala proses
kecakapan mental untuk mempertimbangkan serta memutuskan segala hal yang
diajukan oleh peralatan yang lebih rendah, sehingga Buddhi merupakan unsur
ke-jiwaan yng tertinggi atau instansi terakhir bagi segala perbuatan moril dan
intlektual
Dari Buddhi timbulah Ahamkara, yang merupakan sas
individualisasi atau keakuan, yang menyebabkan segala sesuatunya memiliki latar
belakang sendiri-sendiri (kepribadian), yang merupakan segi jiwani ahamkara
tersebut; sedangkan segi kosmisnya merupakan subyek dan obyek yang masing-msing
berdiri sendiri.
Perkembangan kejiwaan pertama setelah Ahamkara adalah Manas
yang merupakan pusat indra yang bekerja sama dengan indra-indra lain mengamati
kenyataan diluar badan manusia. Tugas Manas adalah untuk mengkoordinir
rangsangan-rangsangan indra, dan mengaturnya sehingga menjadi petunjuk dan
meneruskan kepada Ahamkara dan Buddhi. Sebaliknya Manas juga bertugas untuk
meneruskan putusan kehendak Buddhi kepada peralatan indra yang lebih rendah.
Buddhi, Ahamkara dan Manas secara bersama sama disebut sebagai peralatan bathin
atau Antahkarana.
Perkembangan kejiwaan yang kedua adalah Panca Indra persepsi
(Buddhendriya
atau Jnanendriya),
yaitu: penglihatan, pendegaran, penciuman, perasa dan peraba.
Selanjutnya
perkembangan kejiwaan yang ketiga disebut sebagai Karmendriya atau lima organ
penggerak yaitu: adya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk
berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan benih, yaitu
sperma dan ovum. Kesepuluh indra ini tak dapat diamati tetapi berada di dalam
alat-alatnya yang tampak dan harus dibedakan dengan alat-alat itu sendiri.
Perkembangan fisik mengasilkan asas dunia luar, yang disebut
unsur dan perkembangannya melalui 2 tahapan, yaitu:
1. Pada tahapan pertama berbentuk unsur
halus (panca tan matra), yiatu: sari suara; sari raba, sari warna, sari rasa
dan sari bau.
2. Pada tahap kedua terjadi kombinasi
dari unsur-unsur halus yang menimbulkan unsur-unsur kasar yang disebut dengan
panca mahabhuta, yaitu:
a) Unsur suara menimbulkan akasa (ether,
ruang)
b) Unsur suara + raba menimbulkan vayu
(udara)
c) Unsur suara + raba + warna
menimbulkan agni (teja, panas)
d) Unsur suara + raba + warna + rasa
menimbulkan apah (air)
e) Unsur suara + raba + warna + rasa +
bau menimbulkan prhiwi (tanah)
Akhirnya dari unsur kasar ini berkembanglah alam semesta
raya ini dengan segala isinya (jagat), bumi dengan gunung-gunungnya,
sungai-sungai, pepohonan serta mahluk hidup lainnya, yang kesemuanya merupakan
perubahan prakerti.
Segala sesuatu yang didominasi oleh tamas kebanyakan berupa
alam material, diantaranya sebagian yang termasuk bagian badan kita; tetapi
yang didomiasi oleh fisik, sebab semua berasal dari Prakrti. Sekalipun
demikian, karena kodratnya yang lebih halus, maka segala sesuatu yang
didominasi Sattwam ini membantu Purusa dalam menyatakan obyek-obyek diluar
manusia, karena Purusa bersifat pasif. Dan seluruh peralatan yang terdiri dari
alat-alat bathin (Antahkarana) dengan segala alat bantunya yang bermacam
(sepuluh indriya dan 5 tan matra) itu bersifat fisik dan menjadi syarat mutlak
bagi purusa untuk memperoleh pengalaman. Semua ini bersifat khusus pada setiap
orang dan menyertainya dalam seluruh kehidupan di dunai ini (Samsara), dan
disebut tubuh halus (Lingga Sarira/Suksma Sarira). Tubuh ini tidak akan
terpisah setelah seseorang walaupun badan kasarnya mati dan hanya dapat
dipisahkan setalah seseorang mendapat pembebasan atau Moksa.
Badan kita yang tampak ini disebut sebagai badan kasar atau
Sthula Sarira, yang tersusun atas ke 5 unur kasar atau panca mahabhuta,
sehingga akan selalu berubah pada setiap saat. Didepan telah dinyatakan bahwa
Purusa keadaannya berlawanan dengan Prakrti, dimanaa Purusa tidak berganda akan
tetapi keadaan prakrti sangatlah kompleks, Purusa bersifat statis dan Prakti
bersifat dinamis.
Purusa tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk, akan
tetapi prakrti mengalami perubahan-perubahan. Pada diri Purusa hanya berfungsi
sebagai penonton atau saksi, bukan sebagai si pelaku atau si penikmat. Hindup
kejiwaan disebabkan hubungan dengan perkembangan rakerti yang menjadi alat-alat
bathinnya.
Jadi singkatnya Purusa atau Sang Diri itu merupakan saksi si
Pengamat (Drsta), penengah (Madyastha), satu-satunya (Kailivalya), pasif dan
netral (Udasina). Purusa merupakan si pengamat yang menyatukan dirinya dengan
Prakrti yang tanpa kecerdasan, seperti seorang limpuh yang menaiki bahu seorang
buta, agar dapat memandang gejala penciptaan, dimana prakerti sendiri tidak
dapat melihatnya. Yang lumpuh (Purusa) maupun yang buta (Prakrti) akan berpisah
apabila mereka sampai ketempat yang dituju. Demikian Prakrti setelah
dipengaruhi pembebasan sang Diri (Purusa), berhenti berbuat dan sang Diri
mencapai Kaivalya atau kebahagiaan terakhir. Maswinara (1998:41-48)
Untuk
lebih jelasnya mengenai ke 25 prinsip dalam samkya tersebut, menunjukkan bawa:
Prakrti atau Pradhana (pokok) merupakan produktif murni dan sumber dari
semuanya, Tujuh prinsip berikutnya,
yaitu kecerdasan (buddhi), kekuatan (Ahamkara) dan 5 tanmatra (dasar halus)
adalah hasil dan produktif. Buddhi merupakan produktif, karena kekuatan
(ahamkara) berasal dari pengembangannya; tetapi juga dihasilkan dari
pengembangan Prakrti. Ahamkara, disamping merupakan hasil, ia juga produktif,
karena menjadi sumber dari 5 dasar halus atau tanmatra. Ke-16 prinsip
berikutnya, yaitu 10 organ (persepsi dan gerak), pikiran dan 5 unsur (bhuta),
hanya merupkan hasil yang tak dapat menghasilkan substansi pokok lain yang
berbeda dengan dirinya.
Purusa atau Roh, bukanlah hasil ataupun produk, karena
purusa tanpa atribut. Jadi keseluruhan tattwa atau prinsip itu adalah: Purusa,
Prakrti, Buddhi, Ahamkara, Manas, 5 tanmatra, 10 organ persepsi dan penggerak,
5 unsur (bhuta), untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skhema sebagai
berikut: (Tim Penyusun, 1993:120)
Dari uraian di atas dapat dapat dijelaskan kembali bahwa,
pada hakekatnya Asal mula alam semesta adalah sama dengan manusia, sehingga
disebut dengan istilah Buana Agung (Alam) dan Buana Alit (manusia). Pada Buana
Agung Tuhan itu disebut
1. Purusa (Pencipta) dan
2. Prakrti disebut Alam nyata ini
(hasil ciptaannya), pada diri manusia unsur Purusa itu menjadi Jiwatman,
sedangkan unsur prakrti menjadi Badan
Suksma
sarira terjadi dari :
1. Budhi,
2. Ahamkara/Ahangkara,
3. Manas,
disebut Tri Antah Karana, dengan fungsinya: Budhi berfungsi
untuk menetukan keputusan, Manas berfungsi untuk berpikir, Ahangkara fungsinya
untuk merasakan dan bertindak.
Dasendriya
terdiri dari sepuluh bagian yaitu:
1. Panca
budindriya; Mata,
Telinga, Hidung, Lidah, Kulit.
2. Panca Karmendriya; Tangan, Kaki, Perut, Kelamin dan Anus.
Panca
Tanmatra; (1). Sabda tanmatra-sari suara,( 2). Sparsa tanmatra-sari rabaan( 3). Rupa tanmatra-sari warna, (4). Rasa tanmatra-sari rasa, (5). Gandha tanmatra-sari bau.
Panca
Mahabhuta:
1. tulang belulang, otot,daging dan
segala yang padat sifanya terjadi dari pertiwi,
2. darah, lemak, kelenjar, empedu, air
badan dan segala yang cair terjadi dari rasa atau apah,
3. Panas badan, sinar mata dan segala
yang panas dan bercahya terjadi dari rupa atau teja,
4. Napas dan Udara dalam badan terjadi
dari sparsa atau wayu,
5. Rongga dada, ronga mulut dan segla
rongga terjadi dari sabda dan akasa.
Dengan
memelihara dan memahmi kedua puluh lima unsur ini, maka kita akan sehat jasmani
dan rohani, yang dapat dikatakan mencapai jiwan mukti moksah semasih hidup, dan
menyatu setelah meninggal
III.
Penutup
Samkhya juga disebut dengan Sankhya adalah salah satu aliran dalam filsafat Hindu. Para ahli
meyakini bahwa ajaran ini berakar dari nilai-nilai positif atheis. Kemudian Maharsi Kapila, putra
Devaguti, membangun ajaran Samkhya yang bersifat theistik
Samkhya adalah
ajaran filsafat tertua dalam
filsafat India. Karya sastra
mengenai Saṁkhya yang kini dapat diwarisi adalah Saṁkhyakarika yang di tulis
oleh Īśvarakṛṣṇa sekitar 200 SM. Ajaran Saṁkhya ini sudah sangat tua umurnya,
dibuktikan dengan termuatanya ajaran Saṁkhya dalam sastra-sastra Śruti, smrti, itihasa dan purana. Saat ini
ajaran Samkhya yang murni sudah tidak eksis lagi, tapi ajaran ini banyak
membawa pengaruh pada ajaran Yoga dan Wedanta. Kata Saṁkhya
berarti: pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran Saṁkhya bersifat
realistis karena didalamnya mengakui realitas dunia ini yang bebas dari roh.
Disebut dualistis karena terdapat dua realitas yang saling bertentangan tetapi
bisa berpadu, yaitu purusa dan prakrti.
Terkait dengan
ajaran Samkhya, pengetahuan didapatkan melalui tiga pola pemikiran yang disebut
dengan tri pramana
yaitu :Pratyaksa Pramana artinya pengamatan
langsung, Anumana Pramana artinya
pemikiran logis / logika, dan Sabda Pramana
artinya melalui tradisi lisan antara guru
dengan siswa. Di Nusantara, Sabda Pramana, disebut juga dengan Agama Pramana
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, Gede Rudia.2003.Pengetahuan Dasar Agama Hindu.STAH
DNJ;Jakarta
Dr T.G. Mainkar. 2004. Samkhyakarika
dari Isvarakrsna dengan
komentar dari Gaudapada.
Dehli., Chaukhamra Sanskrit Pratishthan
Larson , Gerald James ( 1998)
, Klasik Samkhya : Dalam interpretasi Sejarah Its dan Makna , London : Motilal
Banarasidass , ISBN 81-208-0503-8
Pudja, Gede.2003.Bhagawad
Gita.Paramita;Surabaya.
Puja, Gede. 1983. Tatwa Darsana. CV Nusa Dua Jaya
Indah:Jakarta.
Rai, I Gusti Ngurah.2012.Modul
Sradha.Jakarta.
Sudiani, Ni Nyoman.2012.Materi
Ajar Mata Kuliah Darsana.STAH DNJ:Jakarta.
Sudirga, Ida Bagus.2003.Agama
Hindu.Ganeca Exact;Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar