Kamis, 02 Oktober 2014

tatwa


   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tuhan yang menciptakan bhuwana agung beserta isinya, dan juga bhuana alit. Bhuwana alit dapat bergerak atau  hidup disebabkan oleh Tuhan. Tuhan atau Ida Sang Hyang Widi Wasa yang ada didalam bhuana alit disebut dengan jivatman. Sebagai umat Hindu kita percaya dengan adanya atman yang memberi hidup kepada semua makluk. Atman merupakan percikan sinar suci dari Tuhan atau ada yang menyebutkan juga bahwa atman adalah bagian terkecil dari Brahman. Atman tidak terhitung jumlahnya, tidak terlahirkan dan juga tidak akan pernah mati. Atman bersifat kekal abadi. Atman yang ada dalam makluk yang satu sama dengan atman yang ada dalam makluk lainya. Didalam Hindu kita mengenal ajaran “ Tat Tvam Asi” yang berarti engkau adalah aku, aku adalah engkau, kita semua sejatinya sama. Oleh karena itu sebagai manusia yang mengerti akan ajaran ini hendaknya mempunyai rasa tenggang rasa terhadap sesama, menyayangi binatang / tidak menyakitinya dan juga menjaga serta melestarikan lingkungan.
            Dewasa ini banyak terjadi hal – hal yang asusila, seperti seorang ayah tega membunuh istrinya sendiri, mutilasi, pemerkosaan, dan tindakan – tindakan kriminal lainnya. Apakah mereka tidak menyadari dengan apa yang dilakukanya? Seharusnya sesama manusia kita saling menghormati dan menghargai, bukannya saling menyakiti dan sampai membunuh. Oleh karena itu memahami hakekat dari atman mempunyai arti yang penting. Dengan menyadari bahwa manusia sesungguhnya adalah Tuhan (jivatman) yang mempunyai akal dan pikiran, dan kita sejatinya adalah sama, maka jangan sampai melakukan hal – hal asusila yang dilarang oleh Tuhan.



1.2 Rumusan Masalah
1.2.1.   Bagaimanakah pengertian Punarbhawa ?
1.2.2.     Bagaimanakah sloka-sloka yang menyebutkan tentang Punarbhawa?
1.2.3.  Bagaimana Siklus Brahman Atman aikyam ?

1.3 Tujuan
                  1.3.1.  Untuk mengetahui pengertian Punarbhawa.
1.3.2.    Untuk mengetahui sloka-sloka yang menyebutkan tentang Punarbhawa.
1.3.3    Untuk mengetahui siklus Brahman Atman aikyam

1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi mahasiswa sekaligus sebagai calon guru dan sebagai makhluk ciptaannya, supaya bisa mengerti dengan baik    mengenai apa itu Punarbhawa, sloka-sloka tentang Punarbhawa, dan bagaimana siklus Brahman Atman aikyam tersebut.    
1.4.2. Bagi penulis hendaknya dapat lebih memahami tentang apa itu Punarbhawa, sloka-sloka tentang Punarbhawa, dan bagaimana siklus Brahman Atman aikyam tersebut.   

PEMBAHASAN

2.1. PUNARBHAWA TATWA.  
2.1.1.   Pengertian Punarbawa
Pengertian Punarbhawa tattwa : Kata Punarbhawa berasal dari bahasa sansekerta, terdiri dari 2 kata yaitu
 punar yang berarti lagi,kembali dankata Bhawa yang berarti menjelma. Jadi Punarbhawa berarti kelahiranyang berulang ulang yang juga disebut penitisan atau samsara.Punarbhawa atau samsara ini terjadi diakibatkan oleh adanya hukumkarma , dimana karma yang jelek menyebabkan atma menjelma kembaliuntuk memperbaiki perbuatannya itu atau atma itu masih dipengaruhi oleh karma wesana(bekas bekas atau sisa sisa perbuatan) ataukenikmatan duniawi sehingga tertarik untuk lahir ke dunia.
                Punarbhawa atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Proses jiwatman meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru inilah disebut Punarbhawa

2.1.2. Sloka-Sloka yang menyebutkan tentang Punarbhawa

Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran”. Demikian pula disebutkan:
Sribhagavan uvacha,
bahuni me vyatitani,
janmani tava cha rjuna,
rani aham veda sarvani,
na tvam paramtapa
(Bh. G. IV.5)

Sri Bhagawan (tuhan) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak,. Parantapa.
Atman yang masih diselubungi oleh suksma sarira dan masih terikat oleh adanya kenikmatan duniawi, menyebabkan Atman itu awidya, sehingga Ia belum bisa kembali bersatu dengan sumbernya yaitu Brahman (Hyang Widhi). Hal ini menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang.
Segala bentuk prilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Dan wasana (bekas-bekas perbuatan) ini ada bermacam-macam. Jika wasana itu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal-hal keduniawian sehingga atman itu lahir kembali.

Karmabhumiriya brahman,
phlabhumirasau mata
iha yat kurate karma tat,
paratrobhujyate.
(S.S.7)

Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan buruknya karma itu juga akhirnya dinikmatilah karma phala itu. Artinya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya, menjelmalah kembali ia, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sangskara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah-kawah neraka, adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah ia berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan-perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.
Karma dan Punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karma adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan punarbhawa adalah kesimpulan dari semua karma itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa dan Atman akan mengalami neraka serta dalam Punarbhawa yang akan datang akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau menderita dan bahkan dapat menjadi mahluk yang lebih rendah tingkatannya. Sebaliknya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan mengakibatkan Atman (roh) menuju sorga dan jika menjelma kembali akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Di dalam Weda (S.S.48) dinyatakan sebagai berikut:

“Adharmarucayo mandas,
tiryaggatiparayanah,
krocchram yonimanuprapya,
na windanti sukham janah.

Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami kesenangan.
Sedangkan orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma), Sarasmuccaya menyebutkan: “Adapun orang yang selalu melakukan karma baik (cubhakarma), ia dikemudian hari akan menjelma dari sorga, menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya dan berderajat mulia. Itulah hasil yang didapatnya sebagai hasil (phala) dari perbuatan yang baik”.
Kesimpulannya, dengan keyakinan dengan adanya Punarbhawa ini maka orang harus sadar, bahwa bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Iyam hi yonihprathama,
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih  cubhalaksanaih
(S.S. 4)

Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

Sopanabhutam Swargasya,
manusyam prapya durlabham,
tathamanam samadyad,
dhwamsetana purna yatha
. (S.S. 6)

Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan.
Diantara semua mahluk hidup yang ada didunia ini, manusia adalah mahluk yang utama. Ia dapat berbuat baik maupun buruk, serta dapat melebur perbuatannya yang buruk dengan perbuatan yang baik. Oleh karena itu seseorang sepatutnya bersyukur dan berbesar hati lahir sebagai manusia. Karena sungguh tidaklah mudah untuk dapat dilahirkan menjadi manusia sekalipun manusia hina.
Itulah sebabnya, maka seorang hendaknya dapat menghargai dan menggunakan kesempatan yang amat berharga ini untuk membebaskan diri dari kesengsaraan dan menuju pada kebahagiaan yang abadi yang sisebut Moksa atau kelepasan. Memang sungguh disayangkan, apabila kesempatan yang baik ini berlalu tanpa makna. Kelahiran manusia dikatakan berada ditengah-tengah antara sorga dan neraka. Jika kebajikan yang diperbuat maka tentulah hidupnya akan meningkat, tetapi jika dosa yang dilakukan, sudah pastilah akan jatuh ke neraka. Jadi setiap kali kelahiran sebagai manusia patutlah digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hidup ke jenjang yang lebih mulia dan luhur. 
Dalam rangka meningkatkan karma baik maka pada saat berdoa mohonlah agar kita senantiasa menjadi alat pembalas karma yang baik. Oleh karena itu, gunakan hidup ini sebaik-baiknya untuk meningkatkan karma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkatkan kualitas dan kesucian jiwatman. Punarbbhawa atau tumimbal lahir atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Untuk meningkatkan kualitas jiwatman maka setelah waktu tertentu jiwatman kembali kedunia dengan menggunakan badan jasmani yang baru.
Proses jiwatman meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru inilah disebut Punarbhawa.
Untuk memahami dan meyakini hukum punarbhawa bisa kita lakukan secara logika maupun dengan meyakini Wahyu Tuhan melalui kitab-kitab suci.Jika kita perhatikan bahwa alam ini semuanya mengalami siklus ( perputaran ). Bahkan planet-planet ini bisa stabil pada tempatnya karena berputar. Ada perputaran siang dan malam, Perputaran waktu, perputaran rantai makanan, perputaran dari air laut mejadi awan, kemudian turun hujan dan kembali ke laut, dan masih banyak lagi jenis-jenis perputaran kehidupan. Intinya bahwa segala sesuatu di alam ini mengalami perputaran sehingga bisa stabil. Demikian juga manusia yang lahir, tumbuh besar, kemudian meninggal maka akan mengalami perputaran untuk lahir kembali.
Dari pemahaman inijelas bahwa manusia akan mengalami punarbhawa.
Kemudian dalam Kitab Suci Bhagawad gita.

 beberapa sloka menyiratkan secara jelas tentang punarbhawa antara lain :
1.      Seperti halnya sang jiwatman yang melewatkan waktunya dalam badan ini dari masa kanak-kanak, remaja dan usia tua, demikian juga bila ia berpindah ke badan yang lainnya. Orang bijaksana tak akan terbingungkan oleh hal ini.” ( Bab II, sloka 13 )
2.      Bagaikan seseorang yang menanggalkan pakaian usang dan mengenakan pakaian lain yang baru, demikianlah jiwatman yang berwujud mencampakkan badan lama yang telah usang dan mengenakan badan jasmani baru. “ ( Bab II, sloka 22 )
3.      Bagi seseorang yang lahir, kematian sudahlah pasti dan pasti ada kelahiran bagi mereka yang mati, sehingga terhadap hal yang tak terrelakkan ini janganlah engkau berduka.” ( Bab II, sloka 27).
Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
4.      Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”
Masih banyak sloka-sloka lain yang menjelaskan tentang punarbhawa ini.
  • Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa, Dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan
    1. Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara ( lahir dan mati berulang-ulang ) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Dari sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekannya yaitu :
  • Untuk berbuat baik kesempatan yang paling luas adalah bila menjelma menjadi manusia.
  • Berbuat baik ( Subha karma ) adalah cara untuk melepaskan diri dari keadaan samsara ( punarbhawa ).
Jadi bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Demikian juga bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka kelahiran berikutnya akan menurun kualitasnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terlahir sebagai binatang atau tumbuhan. Oleh karena itu setiap menjalani kehidupan kewajiban manusia adalah untuk meningkatkan Subhakarma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkat kualitasnya sampai akhirnya tujuan hidup yaitu moksartham jagathita tercapai.
2.1.3. Siklus  Brahman Atman aikyam
Jika digambarkan proses hidup manusia dan kelahirannya sampai bersatunya atman dengan brahman ( Brahman Atman aikyam) seperti di bawah ini :
Keterangan : 
1.      Garis tebal merupakan kehidupan saat ini.
2.      Garis tipis kehidupan kelahiran dengan kualitas meningkat yang menuju bersatunya Brahman
3.      Garis putus-putus kehidupan kelahiran dengan kualitas menurun yang semakin jauh dari Brahman.

Kesimpulan :
Gunakan hidup ini sebaik-baiknya untuk meningkatkan karma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkatkan kualitas dan kesucian jiwatman.
PENUTUP

3.1   Kesimpulan.
Berdasarkan isi dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi dua hal, yakni ketepatan atau validitasnya dan ketetapan atau keajegannya atau reliabilitasnya.
2.      Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang yang seharusnya dinilai. Penilaian tersebut tidak tepat (valid). Alat penilaian yang telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.
3.      Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
4.      Validitas terkait dengan ketepatan objek yang tidak lain adalah tidak menyimpangnya data dari kenyataan, artinya bahwa data tersebut benar, maka konsep reliabilitas terkait dengan pemotretan berkali-kali.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah disajikan akan memberikan ilmu dan informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini kami memohon saran dan kritik guna memperbaiki dikemudian hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar