Kamis, 02 Oktober 2014

ONTOLOGI : HAKIKAT APA YANG DIKAJI


ONTOLOGI : HAKIKAT APA YANG DIKAJI

Metafisika
Metafisika adalah landasan peluncurannya.
Beberapa Tafsiran Metafisika
Sebagai lawan supernaturalisme terdapat paham naturalisme yang menolak pendapat bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural. Materialisme yang merupakan paham berdasarkan naturalisme berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat diketahui dan dipelajari.
Prinsip-prinsip materialisme dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM) yang mengembangkan teori tentang atom yang dipelajari dari gurunya Leucippus. Bagi Democritos, unsur dasar dari alam ini adalah atom.
Obyek dari penginderaan sering kita anggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Atau dengan perkataan lain : manis, panas, dingin, atau warna adalah termologi yang kita berikan kepada gejala yang ditangkap kita melalui pancaindera. Rangsangan pancaindera disalurkan ke otak kita dan menghadirkan gejala tersebut.
Dengan demikian maka gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia-fisika. Disini kaum yang menganut paham mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik.
Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika saja. Sedangkan bagi kaum  vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substantif dengan proses kimia-fisika.
Pikiran dan Kesadaran
Secara fisiologis otak manusia terdiri dari 10 sampai 15 biliun neuron. Sudah merupakan kenyataan yang tidak usah diperdebatkan bahwa proses berfikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (obyek) yang ditelaahnya.
Aliran monistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat, mereka hanya membedakan dalam gejala dan disebabkan proses berlainan namun mempunyai substansi yang sama. Ibarat zat energi, dalam teori relativitas Eistein, energi hanya merupakan bentuk lain dari zat. Maka proses berpikir dianggap sebagai aktivitas elektrokimia dari otak. Yang membedakan robot dan manusia bagi kaum yang menganut paham monistik hanya terletak pada komponen dan struktur yang membangunnya yang sama sekali bukan terletak pada substansinya yang pada hakikatnya berbeda secara nyata.
Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik. Terminologi dualisme mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1700) sedangkan monisme oleh Chistian Wolff (1679-1754). Dalam metafisika penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda sui generis secara substantif. Filsuf yang menganut paham dualistik diantaranya adalah Rene Descartes (1596-1650), Jhon Locke (1632-1714) dan George Berkeley (1685-1753).
Ketiga ahli filsafat ini berpendapat bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran, termasuk penginderaan dari segenap pengalaman manusia adalah bersifat mental.
Bagi Descartes yang bersifat nyata adalah pikiran sebab dengan pikiranlah maka sesuatu itu lantas ada : Cogito ergo sum! (saya berfikir maka saya ada). Descartes berpendapat bahwa pikiran adalah satu-satunya kenyataan yang tidak dapat diragukan.
Locke sendiri menganggap bahwa pikiran manusia pada mulanya dapat diibaratkan sebuah lempeng lilin yang licin (tabula rasa) dimana pengalaman indera kemudian melekat pada lempeng tersebut.
Berkeley terkenal dengan pernyataannya, “To be is to be perceived!” (ada adalah disebabkan persepsi).
Pada hakikatnya ilmu tidak bisa dilepaskan dari metafisika, namun seberapa jauh kaitannya itu semuanya tergantung kita.
Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya.
Jadi pada dasarnya tiap ilmuan boleh mempunyai ilsafat individual yang berbeda-beda, dia bisa menganut paham mekanistik, dia bisa menganut paham vitalistik, dia boleh setuju dengan Thomas Hobbes yang materialistik atau George Berkeley yang idealistik.
Titik pertemuan kaum ilmuan dari semua ini adalah sifat pragmatis dari ilmu.
Asumsi
Mari kita asumsikan bahwa hukum yang mengatur berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi maka pembicaraan pembicaraan kita semua lantas sia-sia. Hukum disini diartikan sebagai suatu aturan maincatau pola kejadian yang diikuti oleh sebagian besar peserta, gejalanya berulang kali dapat diamati yang tiap kali memberikan hasil yang sama. Demikian hukum dapat disimpulkan bahwa hukum itu, seperti kata Coca Cola berlaku kapan saja dan dimana saja.
Hukum di sini jangan ditafsirkan dalam pengertian moral, sebab ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya melainkan kejadian alam sebagaimana adanya.
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari dokrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran fisafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah diterapkan lebih dulu. Demikian juga paham determinisme yang bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.
Ahli filsafat yang sampai kepada kesimpulan bahwa pengetahuan yang bersifat umum itu adalah tidak perlu. Bahkan filsuf eksitensialis umpamanya berpendapat bahwa adalah kekejaman untuk meletakkan hakikat manusia yang bersifat khas dan individual di bawah tirani pengetahuan yang bersifat umum. Pengetahuan haruslah bersifat individual yang berorientasi kepada pengalaman pribadi.
Ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari hidup ini. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang bersifat personal dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara kutub determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik.
Peluang
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan harus didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relaktif. Dengan demikian maka kata akhir dari suatu putusan terletak ditangan saudara dan bukan pada teori-teori keilmuan.
Maka pengetahuan itu harus kita letakkan pada permasalahan hidup kita yang mempunyai perspektif dan bobot berbeda.
Beberapa Asumsi dalam Ilmu
Bagi skala observasi anak kecil pohon-pohon natal itu begitu gigantik, sedangkan bagi skala observasi amuba, bidang datar ini merupakan daerah pemukiman yang berbukit-bukit. Secara mutlak sebenarnya tak ada yang tahu seperti apa sebenarnya bidang datar itu. Secara filsafati merupakan masalah besar namun bagi ilmu masalah ini didekati secara praktis. Seperti disebutkan terdahulu ilmu sekadar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis.
Dalam analisis secara mekanistik maka terdapat empat komponen analisis utama yakni zat, gerak, ruang dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat absolut. Zat bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara substantif dengan energi. Eistein, berlainan dengan Newton, dalam The Spesial Theory of Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak mungkin kita mengukur gerak secara absolut, kata Einstein. Bahkan zat sendiri itu pun mutlak, hanya bentuk lain dari energi.
Secara absolut memang demikian, sekiranya ilmu mencari teori-teori ilmiah yang praktis, umpamanya dapat kita pakai untuk membangun rumah maka mekanika klasik dari Newton sudah jauh dari cukup. Ilmu ukur yang dikembangkan oleh Euclid (330-275 SM). Namun, sekiranya dalam kurun waktu yang ditandai krisis energi ini, kita ingin berpaling dari sumber energi konvensional yakni air, angin, panas (bumi dan matahari) serta fosil dari energi nuklir, maka tentu saja kita harus berpaling kepada teori relativitas Einstein, sebab menurut teori ini kebutuhan listrik dunia selama sebulan dapat dipenuhi hanya dengan konversi 5 kg zat3.
Indeterministik dalam gejala fisik ini muncul dengan penemuan Niels Borh dalam Prinsip Komplementer (Principle of Complementarity) yang dipublikasikan pada tahun 1913. Prinsip Komplementer ini menyatakan bahwa elektron bisa berupa gelombang cahaya dan bisa juga berupa partikel tergantung dari konteksnya. Masalah ini menggoyahkan sendi-sendi fisika ditambah lagi dengan penemuan Prinsip Indeterministik (Principle of Indeterminancy) oleh Werner Heisenberg pada tahun 1927. Heisenberg menyatakan bahwa untuk pasagan besaran tertentu yang disebut conjugate magnitude pada prinsipnya tidak mungkin mengukur kedua besaran tersebut pada waktu yang sama dengan ketelitian yang tinggi. Prinsip Indeterministik ini, kata William Barret, menunjukkan bahwa terdapat limit dalam kemampuan manusia untuk mengetahui dan meramalkan gejala-gejala fisik. Prinsip ini membuka kesempatan untuk menengok sejenak kepada hakikat alam yang mungkin saja pada keraknya bersifat irrasional dan kacau. (at bottom be irrational and chaotic)
 Dalam mengembangkan asumsi harus diperhatikan beberapa hal :
Pertama, asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi bahwa manusia dalam administrasi adalah “manusia administrasi”
Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan seharusnya”
Asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaahan ilmiah sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang medndasari telaahan moral.Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia “yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan korbanan sekecil-kecilnya”.
Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa-apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada diluar penjelajahan ilmu.
Fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menangulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, membikin irigasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak, memeratakan pendapat nasional dan sebagainya.
Ilmu membatasi lingkup penjajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusu yang telah teruji kebenarannya sedcara empiris.
Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta, kata Einstein. Kebutaan moral dari ilmu mungkin akan membawa kemanusiaan kejurang malapetaka.
Ruang penjajahan keilmuan kemudian kita menjadi kapling-kapling berbagai disiplin keilmuan.
Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka sering sekali diperlukan pandangan dari disiplin-displin lain. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi-displiner tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling.
Gnoti seauton seorang filsuf mengutip kata-kata yang terdapat di Orakel Delphi, artinya kurang lebih, dalam masalah batas-batas ini, kenalilah (kapling) kau sendiri.
          Cabang-cabang Ilmu
Ilmu berkembang dengan sangat pesat demikian juga jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaahan yang memungkinkan analis yang makin cermat dan saksama menyebabkan obyek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 650 cabang keilmuan yang kebanyakan belum dikenal oleh orang-orang awam.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi diri kepada dua kelompok lagi yakni ilmu alam (the phisical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam sedmesta sedangkan alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika, kimia, astronomi dan ilmu bumi.
Tiap-tiap cabang kemudian membikin ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik. Sampai tahap ini maka kelompok ilmu ini termasuk ke dalam ilmu-ilmu murni.
Ilmu murni merupakan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoretis yang belum dikaitkan dengan masalah-masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu murni kemudian berkembang menjadi ilmu-terapan terapan. Ilmu terapan merupakan aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat praktis. Dalam ilmu murni meskipun tidak sepenuhnya, berkembang ilmu sosial terapan yang merupakan aplikasi berbagai konsep dari ilmu-ilmu sosial murni kepada suatu bidang telaah sosial tertentu. Di samping ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencangkup juga humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa dan sejarah. Matematika merupakan sarana berpikir yang penting sedkali dalam kegiatan berbagai disiplin keilmuan.



EPISTEMOLOGI : CARA MEDNDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
Jarum Sejarah Pengetahuan
Kriteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak yang jelas antara objek yang satu dengan yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad penalaran pada pertengahan abad ke-17. Sebelum Charles Darwin menyusun teori evolusinya kitta menganggap sedmua makhluk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama.
Dengan berkembangnya abad penalaran konsep dasar berubah dari kesamaan kepada pembedaan. Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma dari Abad Pertengahan. Paradigma adalah konsep dasar yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Paradigma juga dapat diartikan bukan ilmu melainkan sarana berpikir ilmiah seperti logika, matematika, statgistika dan bahasa.
Pengetahuan
Pengetahuan pada hakikatnya adalah merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang sesuatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan  bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping pengetahuan yang lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
Landasan epistemologi disebut metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epitemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan, jadi ontologi ilmu terkait terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistomologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memeperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing.
Kalau ilmu mencoba mengembangkan sebuah modal yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variable yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional, maka seni mencoba memungkapkan objek penelahan itu sehingga menjadi bermakna bagi pencipta dan mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia untuk menangkapnya, seperti pikiran, emosi, dan panca indra. Karya seni ditunjukkan pada manusia, dengan harapan bahwa pencipta dan objek yang diungkapkannya mampu berkomunikasi dengan manusia yang memungkinkan dia menangkap pesan yang dibawa karya seni itu.
Seni pada hikakatnya mempunyai dua ciri yakni pertama bersifat deskriptif dan fenomenologis dan kedua ruang lingkup terbatas. Sifat deskriptif ini mencerminkan proses pengkajian yang menitik beratkan kepada penyelidikan gejala-gejala yang bersifat empiris tanpa kecenderungan untuk pengembangan postulat yang bersifat teoritisatomistis.
Hubungan seni terapan dengan ilmu dan teknologi adalah pengembangan konsep teoretis yang bersifat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan untuk pengembangan pengetahuan ilmiah yang bersifat integral.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalakan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos.  Menurut Popper  maka tahap ini adalah penting sekali dalam sejarah berpikir manusia yang menyebabkan ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan hidupnya satu doktrin yang digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang besifat kritis.
Metode ekprimen dikembangakan oleh sarjana-sarjana Muslim, pada abad keemasan Islam, ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai kulminasi antara abad ke IX dan XII masehi.
Metode eksprimen ini diperkenalkan didunia Barat oleh filsuf Roger Bacon (1214-1294) dan kemudian dimatapkansebagai paradigma ilmiah atas usaha Francis Bakon ( 1561-1626). Sebagai penulis yang ulung dan fungsingya sebagai Lord Verulam maka Francis Bakon berhasil meyakinkan masyarakat ilmuan untuk menerima metode ekprimen sebagai kegiatan ilmiah.
Pengembangan metode eksperimen yang berasal dari Timur ini mempunyai pengaruh penting terhadap cara berfikir manusia  sebab dengan demikian maka dapat diuji berbagai penjelasan teoritis apakah sesuai dengan kenyataan empiris ataukah tidak.
 Galileo (1564-1642) dan Newton (1642-1727)  merupakan pionir yang mempergunakan gabunagn berfikir deduktif dan induktif ini dalam penyelidikan ilmiah mereka. Penelitian Chales  Darwin (1809-1882) yang membuahkan teori evolusinya juga mempergunakan metode ilmiah.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan.
Seperti diketahui berpikir adalah  kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran.
Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmu disususun  setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.
Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyatan bersesuaian dengan objek factual yang dituju oleh pertanyaan tersebut.
Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika manusia mengalami sesuatu.
Dilihat dari perkembangan kebudayaan maka sikap manusia dalam menghadapi masalah dapat dibedakan mednurut ciri-ciri tertentu. Berdasarkan sikap manusia menghadapi masalah ini maka Van Peursen membagi perkembangan kebudayaan menjadi tiga tahap yakni tahap mistis, tahap ontologis dan tahap fungsional. Tahap mistis adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya. Tahap ontologis adalah sikap manusia yang tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib dan bersikap mengambil jarak dari objek disekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-penelaahan terhadap objek tersebut. Tahap fungsional adalah sikap manusia yang bukan saja merasa telah terbebas dari kepungan kekuatan gaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaahan terhadap obyek-obyek di sekitar kehidupanya, namun lebih dari itu dia mengfungsionalkan pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya.
Teori merupakan abstraksi intlektual dimana pendekatan secara rasional di gabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang di jelaskanya.
Karena masalah yang dihadapi nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri denan fakta, Einstein berkata, apa pun juga teori juga teori yang menjembatani keduanya. Teori yang dimaksudkan adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan.
Secara sederhana semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori ke ilmuan secara keseluruhan dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak di dukung pengujian empiris tidak dapat di terima kebenarannya secara ilmiah. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.
Hipotesis ini pada dasarnya di susun secra deduktif dengan mengmbil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah di ketahui sebelumnya.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico verifikasi atau menurut Tyndall sebagai perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi.
Langkah selanjutnya sesudah menyusun hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut dengan mengkonfrontasxikannya dedngan dunia fisik yang nyata.
Kerangka berfikir yang berintikan proses logiko-hypothetico-verfikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
Penyusunan masalah yang merupakan petanyaan mengenai objek empiris yang  jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait didalamnya.
Penyusun kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara faktor yang berkaitan dan membentuk konstelasi permasalahan.
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
Pengujuan hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan  hepotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar sesuatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langakah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, dimana langkah yang satu merupakan landasan bagi landasan berikutnya, namun dalam prakteknya sering terjadi lompatan-lompatan.
Metode ilmiah merupakan penting bukan saja proses penemuan pengetahuan namun lebih-lebih lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuan.
Sifat eksplisit ini memungkinkan terjadinya komunikasi yang intensif dalam kalangan masyarakat ilmuan. Ilmuan ditemukan secara individual namun dimanfaatkan secara social. Ilmu merupakan pengetahuan milik umum dimana teori ilmiah ditemukan secara individual dikaji, diulang dan dimanfaatkan secara komunal.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya diuji secara empiris.
Hipotesis-hopotesis yang sampai saat ini tidak ditolak kebenarannya, dan mempunyai manfaat bagi kehidupan kita, kita anggap sebagai pengetahuan yang sahih dalam keluarga keilmuan.
Metode ilmiah pada dasarnya adalah sama bagi semua disiplin baik yang termasuk dalam ilmu-ilmu  alam maupun ilmu-ilmu social.
Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak termasuk ke dalam kelompok ilmu. Matematika dan bahasa tidak mempergunakan metode ilmiah dalam menyusun pengetahuannya sebab matematika bukanlah ilmu melainkan pengetahuan yang merupakan sarana berfikir ilmiah.
Penelitian merupakan pencerminan secara kongkret kegiatan ilmu dalam memproses pengetahuannya. Metodologi penelitian ilmiah dan hakikatnya merupakan operasionalisasi dari metode keilmuan. Atau dengan perkataan lain, struktur berfikir yang melatar belakangi langkah-langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan.
Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan secara cepat.
Sampai pertengahan abad ketujuh belas komunikasi ilmiah antailmuan dilakukan secara korespondensi priadi serta publikasi makalah atau pamflet sewaktu-waktu. Baru pada tahun 1654 the Royal Society didrikan di London yang disusul oleh Academie Francaise yang didirikan di Paris pada tahun 1663. Laporan penemuan ilmiah dari the Royal Society muncul untuk pertama kali pada tahun 1664. Setelah ini maka komunikasi dan kerja sama antar-ilmuan dalam bentuk kelembagaan himpunan dan penerbitan jurnal berkembang dengan pesat.
Secara kumulatif  maka teori ilmiah berkembang seperti piramida terbaik yang makin lama makin tinggi.
Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan yang satu didasarkan kepada penemuan-penemuan sebelumnya.
Dalam fisika yang merupakan prototipe bidang keilmuan yang relative maju, suatu teori yang mencangkup segenap dunia fisik kita belum dapat dirumuskan.
Dalam fisika yang merupakan prototipe bidang keilmuan yang relative maju, suatu teori yang mencangkup segenap dunia fisik kita belum dapat dirumuskan.
Teori ilmiah masih merupakan penjelasan yang bersifat sebagian sesuai dengan tahap perkembangan keilmuan  yang masih sedang berjalan. Sifat pragmatis dari ilmu inilah yang sebenanya merupakan kelebihan dan sekaligus kekurangan dari hakikat ilmu.
Seperti dikatakan oleh pujangga Hasan Mustapa manusia itu jarang betulnya, kalaupun betul sekadar kebetulan, manusia itu jarang  salahnya kalau salah sekadar kesalahan. Mungkin dalam situasi inilah maka menonjol sekali sikap moral dan intelektual ilmunya terhadap kebenaran. Kegiatan keilmuan pada jiwanya merupakan komitmen moral dan intelektual untuk mencoba mendekati kebenaran dengan cara sejujur-jujurnya.
Secara ontologis ilmu membatasi diri hanya dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Sedangkan dalam batas kewenangan ilmu bukan sesuatu tanpa cela, disebabkan penalaran dan pancaindera manusia yang jauh dari sempurna.
Berfikir menurut sistem bukanlah disiplin keilmuan baru melainkan sarana berfikir yang membantu proses pengkajian kita seperti juga bahasa, logika matematika dan statiska.
Kekurangan dan kelebihan ilmu harus digunakan sebagai pedoman untuk meletakkan ilmu dalam tempat yang sewajarnya, sebab hanya dengan sikap itulah, kita dapat memanfaatkan kegunaannya semaksimal mungkin bagi kemsalahatan manusia.
Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka yang mengetahui kelebihan dan kekurangan ilmu, diatas dasar itu mereka menerima ilmu sebagaimana adanya, mencintai dengan bijaksana, serta menjadikan dia bagian dari kepribadian.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Disiplin yang memungkinkan ilmu relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lainya. Pengetahuan yang bersifat komulatif dimana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya. 
Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan baik yang bersifat korektif yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya.
Ilmu secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang bersifat mendasar.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.
Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. Jadi pengetahuan ilmu pada hakikatnya mempunyai tiga fungsi yakni :
Menjelaskan
Meramalkan
Mengontrol
Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan yakni :
Penjelasan deduktif merupakan cara berfikir deduktif dalam menjelaska suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penjelasan probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan demikian idak memberikan kepastian seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan yang bersifat peluang seperti “kemungkinan” , “kemungkinan besar” atau “hamper dapat dipastikan” .
Penjelasan fungsional atau teleologis merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan system secara kesluruhan yang mempunyai karakteristik.
Penjelasan genetik mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gajala yang muncul kemudian.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencangkup penjelasan mengenai sutu factor terdiri dari sebuah disiplin keilmuan.
Fisika teoretis merupakan disiplin keilmuan yang benar-benar mencerminkan penjelasan teoretis dari gejala-gejala fisik, namun bahkan disiplin keilmuan seperti fisika teoretis ini pun, dapat dianggap sebagai disiplin keilmuan yang termasuk paling maju, belum merupakan satu teori yang utuh dan konsisten. Fisika teoteris terdiri dari berbagai teori yang dikembangkan oleh Newton, Maxwell, Einstein, Schrodinger, dan ahli-ahli fisika lainnya, dalam sektornya masing-masing dapat memberikan penjelasan teoretis secara  ilmiah, namun secara keseluruhan teori-teori tersebut belum membentuk sebuah teori yang utuh.
Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua varisbel atau lebih dalam satu kaitan sebab atau akibat.
Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum ini harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi, atau secara idealnya, harus bersifat universal.
Penting untuk di ingat adalah bahwa demi kepraktisan ilmu tidak merupaka kumpulan pengetahuan uang bersifat khusus, melainkan pengetahuan yang bersifat umum yang disimpulkan dari berbagai kasus.
Copernikus (1473-1543) mengembangkan teori baru bahwa bukan matahari yang berputar memngelilingi matahari melainkan bumi mengelilingi matahari. Teori ini merupakan perombakan terhadap teori yang dikemukakan oleh Ptolemaecus (150 S.M) dari Alexandria yang mengemukakan bahwa bumi adalah pusat dari jagat raya dengan planet-planaet yang berputar mengelilinginya dalam orbit-orbit yang berbentuk lingkaran. Teori Kopernicus ini kemudian disempurnakan oleh Johannes Kapler Tycho Branhe (1546-1601) menyatakan pada tahun 1609 bahwa orbit dalam planet-planet dalam mengelilingi matahari tidaklah berbentuk lingkaran seperti apa yang dipercayai oleh Ptolemaeus maupun Kopernikus melainkan bentuk ellips.
Akhinya Newton (1642-1727) pada tahun 1686 menerbitkan Philosophie Naturalis Prancipia Mathematika yang merupakan teori yang mempersatukan teori Galileo , Copernikus dan Kapler. Teori Newton menyatakan bahwa semua gerak , baik yang terjadi di langit atau di bumi tunduk pada hukum-hukum yang sama.
Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut postulat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui prosedur malainkan ditetapkan begitu saja. Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam argument ilmiah. Asumsi harus merupakan pertanyaan yang secara empiris dapat diuji.
Penerapan ilmu kepada teknologi memang tidak selalu merupakan rahmat bagi manusia sebab disamping dapat dipergunakan untuk tujuan destruktif juga menimbulkan implikasi moral social dan kultural.
Manusia disebut juga homo faber (makhluk uang membuat peralatan) di samping homo sapies (makhluk yang berfikir) yang mencerminkan kaitan antara pegetahuan yang bersifat teoretis pada teknologi yang bersifat praktis.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar