ONTOLOGI
: HAKIKAT APA YANG DIKAJI
Metafisika
Metafisika adalah
landasan peluncurannya.
Beberapa
Tafsiran Metafisika
Sebagai lawan
supernaturalisme terdapat paham naturalisme yang menolak pendapat bahwa
terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural. Materialisme yang merupakan
paham berdasarkan naturalisme berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak
disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan
yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat diketahui dan dipelajari.
Prinsip-prinsip
materialisme dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM) yang mengembangkan teori
tentang atom yang dipelajari dari gurunya Leucippus. Bagi Democritos, unsur
dasar dari alam ini adalah atom.
Obyek
dari penginderaan sering kita anggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom
dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Atau dengan perkataan lain : manis,
panas, dingin, atau warna adalah termologi yang kita berikan kepada gejala yang
ditangkap kita melalui pancaindera. Rangsangan pancaindera disalurkan ke otak
kita dan menghadirkan gejala tersebut.
Dengan
demikian maka gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia-fisika. Disini
kaum yang menganut paham mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik.
Kaum
mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala
kimia-fisika saja. Sedangkan bagi kaum
vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substantif
dengan proses kimia-fisika.
Pikiran
dan Kesadaran
Secara
fisiologis otak manusia terdiri dari 10 sampai 15 biliun neuron. Sudah
merupakan kenyataan yang tidak usah diperdebatkan bahwa proses berfikir manusia
menghasilkan pengetahuan tentang zat (obyek) yang ditelaahnya.
Aliran
monistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat,
mereka hanya membedakan dalam gejala dan disebabkan proses berlainan namun
mempunyai substansi yang sama. Ibarat zat energi, dalam teori relativitas
Eistein, energi hanya merupakan bentuk lain dari zat. Maka proses berpikir
dianggap sebagai aktivitas elektrokimia dari otak. Yang membedakan robot dan
manusia bagi kaum yang menganut paham monistik hanya terletak pada komponen dan
struktur yang membangunnya yang sama sekali bukan terletak pada substansinya
yang pada hakikatnya berbeda secara nyata.
Pendapat
ini ditolak oleh kaum yang menganut
paham dualistik. Terminologi dualisme mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1700)
sedangkan monisme oleh Chistian Wolff (1679-1754). Dalam metafisika penafsiran
dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka
berbeda sui generis secara substantif. Filsuf yang menganut paham dualistik
diantaranya adalah Rene Descartes (1596-1650), Jhon Locke (1632-1714) dan
George Berkeley (1685-1753).
Ketiga
ahli filsafat ini berpendapat bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran, termasuk
penginderaan dari segenap pengalaman manusia adalah bersifat mental.
Bagi
Descartes yang bersifat nyata adalah pikiran sebab dengan pikiranlah maka
sesuatu itu lantas ada : Cogito ergo sum!
(saya berfikir maka saya ada). Descartes berpendapat bahwa pikiran adalah
satu-satunya kenyataan yang tidak dapat diragukan.
Locke
sendiri menganggap bahwa pikiran manusia pada mulanya dapat diibaratkan sebuah
lempeng lilin yang licin (tabula rasa)
dimana pengalaman indera kemudian melekat pada lempeng tersebut.
Berkeley
terkenal dengan pernyataannya, “To be is to be perceived!” (ada adalah
disebabkan persepsi).
Pada
hakikatnya ilmu tidak bisa dilepaskan dari metafisika, namun seberapa jauh
kaitannya itu semuanya tergantung kita.
Ilmu
merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya.
Jadi
pada dasarnya tiap ilmuan boleh mempunyai ilsafat individual yang berbeda-beda,
dia bisa menganut paham mekanistik, dia bisa menganut paham vitalistik, dia
boleh setuju dengan Thomas Hobbes yang materialistik atau George Berkeley yang
idealistik.
Titik
pertemuan kaum ilmuan dari semua ini adalah sifat pragmatis dari ilmu.
Asumsi
Mari kita asumsikan
bahwa hukum yang mengatur berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi
maka pembicaraan pembicaraan kita semua lantas sia-sia. Hukum disini diartikan
sebagai suatu aturan maincatau pola kejadian yang diikuti oleh sebagian besar
peserta, gejalanya berulang kali dapat diamati yang tiap kali memberikan hasil
yang sama. Demikian hukum dapat disimpulkan bahwa hukum itu, seperti kata Coca
Cola berlaku kapan saja dan dimana saja.
Hukum di sini jangan
ditafsirkan dalam pengertian moral, sebab ilmu tidak mempelajari kejadian yang
seharusnya melainkan kejadian alam sebagaimana adanya.
Paham determinisme
dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari dokrin Thomas Hobbes
(1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang
dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran fisafat ini
merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian
ditentukan oleh nasib yang telah diterapkan lebih dulu. Demikian juga paham
determinisme yang bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat
kepada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.
Ahli
filsafat yang sampai kepada kesimpulan bahwa pengetahuan yang bersifat umum itu
adalah tidak perlu. Bahkan filsuf eksitensialis umpamanya berpendapat bahwa adalah
kekejaman untuk meletakkan hakikat manusia yang bersifat khas dan individual di
bawah tirani pengetahuan yang bersifat umum. Pengetahuan haruslah bersifat
individual yang berorientasi kepada pengalaman pribadi.
Ilmu
sebagai pengetahuan yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal yang
paling hakiki dari hidup ini. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu
perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang
bersifat personal dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis.
Jadi diantara kutub determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya
terhadap penafsiran probabilistik.
Peluang
Ilmu memberikan
pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan harus
didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relaktif. Dengan
demikian maka kata akhir dari suatu putusan terletak ditangan saudara dan bukan
pada teori-teori keilmuan.
Maka pengetahuan itu
harus kita letakkan pada permasalahan hidup kita yang mempunyai perspektif dan
bobot berbeda.
Beberapa Asumsi dalam
Ilmu
Bagi
skala observasi anak kecil pohon-pohon natal itu begitu gigantik, sedangkan
bagi skala observasi amuba, bidang datar ini merupakan daerah pemukiman yang
berbukit-bukit. Secara mutlak sebenarnya tak ada yang tahu seperti apa sebenarnya
bidang datar itu. Secara filsafati merupakan masalah besar namun bagi ilmu
masalah ini didekati secara praktis. Seperti disebutkan terdahulu ilmu sekadar
merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis.
Dalam analisis secara
mekanistik maka terdapat empat komponen analisis utama yakni zat, gerak, ruang
dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini
bersifat absolut. Zat bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara
substantif dengan energi. Eistein, berlainan dengan Newton, dalam The Spesial Theory of Relativity (1905)
berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak mungkin kita
mengukur gerak secara absolut, kata Einstein. Bahkan zat sendiri itu pun
mutlak, hanya bentuk lain dari energi.
Secara absolut memang
demikian, sekiranya ilmu mencari teori-teori ilmiah yang praktis, umpamanya
dapat kita pakai untuk membangun rumah maka mekanika klasik dari Newton sudah
jauh dari cukup. Ilmu ukur yang dikembangkan oleh Euclid (330-275 SM). Namun,
sekiranya dalam kurun waktu yang ditandai krisis energi ini, kita ingin
berpaling dari sumber energi konvensional yakni air, angin, panas (bumi dan
matahari) serta fosil dari energi nuklir, maka tentu saja kita harus berpaling
kepada teori relativitas Einstein, sebab menurut teori ini kebutuhan listrik
dunia selama sebulan dapat dipenuhi hanya dengan konversi 5 kg zat3.
Indeterministik dalam
gejala fisik ini muncul dengan penemuan Niels Borh dalam Prinsip Komplementer (Principle of Complementarity) yang dipublikasikan
pada tahun 1913. Prinsip Komplementer ini menyatakan bahwa elektron bisa berupa
gelombang cahaya dan bisa juga berupa partikel tergantung dari konteksnya.
Masalah ini menggoyahkan sendi-sendi fisika ditambah lagi dengan penemuan
Prinsip Indeterministik (Principle of Indeterminancy)
oleh Werner Heisenberg pada tahun 1927. Heisenberg menyatakan bahwa untuk
pasagan besaran tertentu yang disebut conjugate
magnitude pada prinsipnya tidak mungkin mengukur kedua besaran tersebut
pada waktu yang sama dengan ketelitian yang tinggi. Prinsip Indeterministik
ini, kata William Barret, menunjukkan bahwa terdapat limit dalam kemampuan
manusia untuk mengetahui dan meramalkan gejala-gejala fisik. Prinsip ini
membuka kesempatan untuk menengok sejenak kepada hakikat alam yang mungkin saja
pada keraknya bersifat irrasional dan kacau. (at bottom be irrational and
chaotic)
Dalam mengembangkan asumsi harus diperhatikan
beberapa hal :
Pertama,
asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan.
Asumsi bahwa manusia dalam administrasi adalah “manusia administrasi”
Kedua,
asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana
keadaan seharusnya”
Asumsi
yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaahan ilmiah sedangkan asumsi
kedua adalah asumsi yang medndasari telaahan moral.Sekiranya dalam kegiatan
ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia “yang mencari keuntungan
sebesar-besarnya dengan korbanan sekecil-kecilnya”.
Batas-batas
Penjelajahan Ilmu
Ilmu
memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas
pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun
apa-apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada diluar
penjelajahan ilmu.
Fungsi
ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat pembantu manusia
dalam menangulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Ilmu
diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, membikin
irigasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak, memeratakan pendapat
nasional dan sebagainya.
Ilmu
membatasi lingkup penjajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan
metode yang dipergunakan dalam menyusu yang telah teruji kebenarannya sedcara
empiris.
Ilmu
tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta, kata Einstein. Kebutaan moral dari
ilmu mungkin akan membawa kemanusiaan kejurang malapetaka.
Ruang
penjajahan keilmuan kemudian kita menjadi kapling-kapling berbagai disiplin
keilmuan.
Dengan
makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka sering sekali
diperlukan pandangan dari disiplin-displin lain. Artinya harus jelas bagi
semua, dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain. Tanpa
kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi-displiner tidak akan bersifat
konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling.
Gnoti seauton
seorang filsuf mengutip kata-kata
yang terdapat di Orakel Delphi, artinya kurang lebih, dalam masalah batas-batas
ini, kenalilah (kapling) kau sendiri.
Cabang-cabang Ilmu
Ilmu
berkembang dengan sangat pesat demikian juga jumlah cabang-cabangnya. Hasrat
untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaahan yang memungkinkan
analis yang makin cermat dan saksama menyebabkan obyek forma dari disiplin
keilmuan menjadi kian terbatas. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 650
cabang keilmuan yang kebanyakan belum dikenal oleh orang-orang awam.
Pada
dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni
filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang
ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the
social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi diri kepada dua kelompok lagi
yakni ilmu alam (the phisical sciences)
dan ilmu hayat (the biological sciences).
Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam sedmesta sedangkan alam
kemudian bercabang lagi menjadi fisika, kimia, astronomi dan ilmu bumi.
Tiap-tiap
cabang kemudian membikin ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi
mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme,
fisika nuklir dan kimia fisik. Sampai tahap ini maka kelompok ilmu ini termasuk
ke dalam ilmu-ilmu murni.
Ilmu
murni merupakan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoretis yang belum
dikaitkan dengan masalah-masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu murni
kemudian berkembang menjadi ilmu-terapan terapan. Ilmu terapan merupakan
aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat
praktis. Dalam ilmu murni meskipun tidak sepenuhnya, berkembang ilmu sosial
terapan yang merupakan aplikasi berbagai konsep dari ilmu-ilmu sosial murni
kepada suatu bidang telaah sosial tertentu. Di samping ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencangkup juga humaniora dan matematika.
Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa dan sejarah. Matematika
merupakan sarana berpikir yang penting sedkali dalam kegiatan berbagai disiplin
keilmuan.
EPISTEMOLOGI
: CARA MEDNDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
Jarum
Sejarah Pengetahuan
Kriteria kesamaan
dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu
dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak
yang jelas antara objek yang satu dengan yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami
perubahan fundamental dengan berkembangnya abad penalaran pada pertengahan abad
ke-17. Sebelum Charles Darwin menyusun teori evolusinya kitta menganggap sedmua
makhluk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama.
Dengan berkembangnya abad penalaran konsep dasar berubah dari
kesamaan kepada pembedaan. Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma dari
Abad Pertengahan. Paradigma adalah konsep dasar yang dianut oleh suatu
masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Paradigma juga dapat diartikan bukan ilmu melainkan sarana berpikir
ilmiah seperti logika, matematika, statgistika dan bahasa.
Pengetahuan
Pengetahuan pada hakikatnya adalah merupakan segenap apa yang
kita ketahui tentang sesuatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu,
jadi ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping pengetahuan yang lainnya
seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang
secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
Landasan epistemologi disebut metode ilmiah. Metode ilmiah
adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Setiap
jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epitemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga
landasan ini saling berkaitan, jadi ontologi ilmu terkait terkait dengan
epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan
seterusnya.
Persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistomologi
pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar
dengan memeperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing.
Kalau ilmu mencoba mengembangkan sebuah modal yang sederhana
mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa
variable yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional, maka seni
mencoba memungkapkan objek penelahan itu sehingga menjadi bermakna bagi
pencipta dan mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia untuk
menangkapnya, seperti pikiran, emosi, dan panca indra. Karya seni ditunjukkan
pada manusia, dengan harapan bahwa pencipta dan objek yang diungkapkannya mampu
berkomunikasi dengan manusia yang memungkinkan dia menangkap pesan yang dibawa
karya seni itu.
Seni pada hikakatnya mempunyai dua ciri yakni pertama
bersifat deskriptif dan fenomenologis dan kedua ruang lingkup terbatas. Sifat
deskriptif ini mencerminkan proses pengkajian yang menitik beratkan kepada
penyelidikan gejala-gejala yang bersifat empiris tanpa kecenderungan untuk
pengembangan postulat yang bersifat teoritisatomistis.
Hubungan seni terapan dengan ilmu dan teknologi adalah pengembangan konsep teoretis yang bersifat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan
untuk pengembangan pengetahuan ilmiah yang bersifat integral.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang
secara kritis mempermasalakan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper maka tahap ini adalah penting sekali dalam
sejarah berpikir manusia yang menyebabkan ditinggalkannya
tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan hidupnya satu doktrin
yang digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk yang masing-masing
mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang besifat kritis.
Metode ekprimen dikembangakan oleh sarjana-sarjana Muslim,
pada abad keemasan Islam, ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai
kulminasi antara abad ke IX dan XII masehi.
Metode eksprimen ini diperkenalkan didunia Barat oleh filsuf
Roger Bacon (1214-1294) dan kemudian dimatapkansebagai paradigma ilmiah atas
usaha Francis Bakon ( 1561-1626). Sebagai penulis yang ulung dan fungsingya
sebagai Lord Verulam maka Francis Bakon berhasil meyakinkan masyarakat ilmuan
untuk menerima metode ekprimen sebagai kegiatan ilmiah.
Pengembangan metode eksperimen yang berasal dari Timur ini
mempunyai pengaruh penting terhadap cara berfikir manusia sebab dengan demikian maka dapat diuji
berbagai penjelasan teoritis apakah sesuai dengan kenyataan empiris ataukah
tidak.
Galileo (1564-1642)
dan Newton (1642-1727) merupakan pionir
yang mempergunakan gabunagn berfikir deduktif dan induktif ini dalam
penyelidikan ilmiah mereka. Penelitian Chales
Darwin (1809-1882) yang membuahkan teori evolusinya juga mempergunakan
metode ilmiah.
Metode Ilmiah
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi
ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam
apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan.
Seperti
diketahui berpikir adalah kegiatan
mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai
cara bekerja pikiran.
Secara
sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmu disususun setahap demi setahap dengan menyusun
argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.
Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat
dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyatan bersesuaian
dengan objek factual yang dituju oleh pertanyaan tersebut.
Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika
manusia mengalami sesuatu.
Dilihat dari perkembangan kebudayaan maka sikap manusia dalam
menghadapi masalah dapat dibedakan mednurut ciri-ciri tertentu. Berdasarkan
sikap manusia menghadapi masalah ini maka Van Peursen membagi perkembangan kebudayaan
menjadi tiga tahap yakni tahap mistis, tahap ontologis dan tahap fungsional. Tahap
mistis adalah sikap manusia yang
merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya. Tahap ontologis adalah sikap manusia yang
tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib dan bersikap
mengambil jarak dari objek disekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-penelaahan
terhadap objek tersebut. Tahap fungsional
adalah sikap manusia yang bukan saja merasa telah terbebas dari kepungan
kekuatan gaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaahan terhadap
obyek-obyek di sekitar kehidupanya, namun lebih dari itu dia mengfungsionalkan
pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya.
Teori merupakan abstraksi intlektual dimana pendekatan secara
rasional di gabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan
suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang di jelaskanya.
Karena masalah yang dihadapi nyata maka ilmu mencari
jawabannya pada dunia nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri denan
fakta, Einstein berkata, apa pun juga teori juga teori yang menjembatani
keduanya. Teori yang dimaksudkan adalah penjelasan mengenai gejala yang
terdapat dalam dunia fisik. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan.
Secara sederhana semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat
utama yakni harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan
tidak terjadinya kontradiksi dalam teori ke ilmuan secara keseluruhan dan harus
cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya
sekiranya tidak di dukung pengujian empiris tidak dapat di terima kebenarannya
secara ilmiah. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan
logika induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam
sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang sedang dihadapi.
Hipotesis ini pada dasarnya di susun secra deduktif dengan
mengmbil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah di ketahui
sebelumnya.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka
metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico
verifikasi atau menurut Tyndall sebagai perkawinan yang berkesinambungan antara
deduksi dan induksi.
Langkah selanjutnya sesudah menyusun hipotesis adalah menguji
hipotesis tersebut dengan mengkonfrontasxikannya dedngan dunia fisik yang
nyata.
Kerangka berfikir yang berintikan proses logiko-hypothetico-verfikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langkah sebagai berikut :
Penyusunan masalah yang merupakan petanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat
diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait didalamnya.
Penyusun kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara faktor yang berkaitan dan
membentuk konstelasi permasalahan.
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang
dikembangkan.
Pengujuan hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hepotesis yang diajukan untuk memperlihatkan
apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan itu ditolak atau diterima.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar sesuatu
penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langakah-langkah ini secara
konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, dimana langkah yang satu
merupakan landasan bagi landasan berikutnya, namun dalam prakteknya sering
terjadi lompatan-lompatan.
Metode ilmiah merupakan penting bukan saja proses penemuan
pengetahuan namun lebih-lebih lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah
tersebut kepada masyarakat ilmuan.
Sifat eksplisit ini memungkinkan terjadinya komunikasi yang
intensif dalam kalangan masyarakat ilmuan. Ilmuan ditemukan secara individual
namun dimanfaatkan secara social. Ilmu merupakan pengetahuan milik umum dimana
teori ilmiah ditemukan secara individual dikaji, diulang dan dimanfaatkan
secara komunal.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
yang disusun secara konsisten dan kebenarannya diuji secara empiris.
Hipotesis-hopotesis yang sampai saat ini tidak ditolak
kebenarannya, dan mempunyai manfaat bagi kehidupan kita, kita anggap sebagai
pengetahuan yang sahih dalam keluarga keilmuan.
Metode ilmiah pada dasarnya adalah sama bagi semua disiplin
baik yang termasuk dalam ilmu-ilmu alam
maupun ilmu-ilmu social.
Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang
tidak termasuk ke dalam kelompok ilmu. Matematika dan bahasa tidak mempergunakan
metode ilmiah dalam menyusun pengetahuannya sebab matematika bukanlah ilmu
melainkan pengetahuan yang merupakan sarana berfikir ilmiah.
Penelitian merupakan pencerminan secara kongkret kegiatan
ilmu dalam memproses pengetahuannya. Metodologi penelitian ilmiah dan
hakikatnya merupakan operasionalisasi dari metode keilmuan. Atau dengan
perkataan lain, struktur berfikir yang melatar belakangi langkah-langkah dalam
penelitian ilmiah adalah metode keilmuan.
Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan
dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan secara
cepat.
Sampai pertengahan abad ketujuh belas komunikasi ilmiah
antailmuan dilakukan secara korespondensi priadi serta publikasi makalah atau
pamflet sewaktu-waktu. Baru pada tahun 1654 the Royal Society didrikan di
London yang disusul oleh Academie Francaise yang didirikan di Paris pada tahun
1663. Laporan penemuan ilmiah dari the Royal Society muncul untuk pertama kali
pada tahun 1664. Setelah ini maka komunikasi dan kerja sama antar-ilmuan dalam
bentuk kelembagaan himpunan dan penerbitan jurnal berkembang dengan pesat.
Secara kumulatif maka teori ilmiah berkembang seperti piramida
terbaik yang makin lama makin tinggi.
Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan yang satu
didasarkan kepada penemuan-penemuan sebelumnya.
Dalam fisika yang merupakan prototipe bidang keilmuan yang
relative maju, suatu teori yang mencangkup segenap dunia fisik kita belum dapat
dirumuskan.
Dalam fisika yang merupakan prototipe bidang keilmuan yang
relative maju, suatu teori yang mencangkup segenap dunia fisik kita belum dapat
dirumuskan.
Teori ilmiah masih merupakan penjelasan yang bersifat
sebagian sesuai dengan tahap perkembangan keilmuan yang masih sedang berjalan. Sifat pragmatis
dari ilmu inilah yang sebenanya merupakan kelebihan dan sekaligus kekurangan
dari hakikat ilmu.
Seperti dikatakan oleh pujangga Hasan Mustapa manusia itu
jarang betulnya, kalaupun betul sekadar kebetulan, manusia itu jarang salahnya kalau salah sekadar kesalahan.
Mungkin dalam situasi inilah maka menonjol sekali sikap moral dan intelektual
ilmunya terhadap kebenaran. Kegiatan keilmuan pada jiwanya merupakan komitmen moral dan intelektual untuk
mencoba mendekati kebenaran dengan cara sejujur-jujurnya.
Secara ontologis ilmu membatasi diri hanya dalam ruang
lingkup pengalaman manusia. Sedangkan dalam batas kewenangan ilmu bukan sesuatu
tanpa cela, disebabkan penalaran dan pancaindera manusia yang jauh dari
sempurna.
Berfikir menurut sistem bukanlah disiplin keilmuan baru
melainkan sarana berfikir yang membantu proses pengkajian kita seperti juga
bahasa, logika matematika dan statiska.
Kekurangan dan kelebihan ilmu harus digunakan sebagai pedoman
untuk meletakkan ilmu dalam tempat yang sewajarnya, sebab hanya dengan sikap
itulah, kita dapat memanfaatkan kegunaannya semaksimal mungkin bagi
kemsalahatan manusia.
Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka yang
mengetahui kelebihan dan kekurangan ilmu, diatas dasar itu mereka menerima ilmu
sebagaimana adanya, mencintai dengan bijaksana, serta menjadikan dia bagian
dari kepribadian.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan
pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat
disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Disiplin yang memungkinkan ilmu relatif lebih cepat bila
dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lainya. Pengetahuan yang bersifat
komulatif dimana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya.
Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan baik yang bersifat
korektif yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin
diperbuatnya.
Ilmu secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat keilmuan
secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti
Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang bersifat mendasar.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang
bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan
serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan
yang ada.
Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang
akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk
mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. Jadi pengetahuan ilmu
pada hakikatnya mempunyai tiga fungsi yakni :
Menjelaskan
Meramalkan
Mengontrol
Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan yakni
:
Penjelasan
deduktif merupakan cara berfikir deduktif dalam menjelaska suatu gejala dengan
menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Penjelasan
probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah
kasus yang dengan demikian idak memberikan kepastian seperti penjelasan
deduktif melainkan penjelasan yang bersifat peluang seperti “kemungkinan” ,
“kemungkinan besar” atau “hamper dapat dipastikan” .
Penjelasan
fungsional atau teleologis merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur
dalam kaitannya dengan system secara kesluruhan yang mempunyai karakteristik.
Penjelasan
genetik mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan
gajala yang muncul kemudian.
Teori merupakan
pengetahuan ilmiah yang mencangkup penjelasan mengenai sutu factor terdiri dari
sebuah disiplin keilmuan.
Fisika teoretis merupakan disiplin keilmuan yang benar-benar
mencerminkan penjelasan teoretis dari gejala-gejala fisik, namun bahkan
disiplin keilmuan seperti fisika teoretis ini pun, dapat dianggap sebagai
disiplin keilmuan yang termasuk paling maju, belum merupakan satu teori yang
utuh dan konsisten. Fisika teoteris terdiri dari berbagai teori yang
dikembangkan oleh Newton, Maxwell, Einstein, Schrodinger, dan ahli-ahli fisika
lainnya, dalam sektornya masing-masing dapat memberikan penjelasan teoretis
secara ilmiah, namun secara keseluruhan
teori-teori tersebut belum membentuk sebuah teori yang utuh.
Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada
hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua varisbel
atau lebih dalam satu kaitan sebab atau akibat.
Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum ini harus
mempunyai tingkat keumuman yang tinggi, atau secara idealnya, harus bersifat
universal.
Penting untuk di ingat adalah bahwa demi kepraktisan ilmu
tidak merupaka kumpulan pengetahuan uang bersifat khusus, melainkan pengetahuan
yang bersifat umum yang disimpulkan dari berbagai kasus.
Copernikus (1473-1543) mengembangkan teori baru bahwa bukan
matahari yang berputar memngelilingi matahari melainkan bumi mengelilingi
matahari. Teori ini merupakan perombakan terhadap teori yang dikemukakan oleh
Ptolemaecus (150 S.M) dari Alexandria yang mengemukakan bahwa bumi adalah pusat
dari jagat raya dengan planet-planaet yang berputar mengelilinginya dalam
orbit-orbit yang berbentuk lingkaran. Teori Kopernicus ini kemudian
disempurnakan oleh Johannes Kapler Tycho Branhe (1546-1601) menyatakan pada tahun
1609 bahwa orbit dalam planet-planet dalam mengelilingi matahari tidaklah
berbentuk lingkaran seperti apa yang dipercayai oleh Ptolemaeus maupun
Kopernikus melainkan bentuk ellips.
Akhinya Newton (1642-1727) pada tahun 1686 menerbitkan
Philosophie Naturalis Prancipia Mathematika yang merupakan teori yang
mempersatukan teori Galileo , Copernikus dan Kapler. Teori Newton menyatakan
bahwa semua gerak , baik yang terjadi di langit atau di bumi tunduk pada
hukum-hukum yang sama.
Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang
disebut postulat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang
kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Postulat ilmiah
ditetapkan tanpa melalui prosedur malainkan ditetapkan begitu saja. Bila postulat
dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya maka hal ini
berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam argument ilmiah. Asumsi
harus merupakan pertanyaan yang secara empiris dapat diuji.
Penerapan ilmu kepada teknologi memang tidak selalu merupakan
rahmat bagi manusia sebab disamping dapat dipergunakan untuk tujuan destruktif
juga menimbulkan implikasi moral social dan kultural.
Manusia disebut juga homo faber (makhluk uang membuat
peralatan) di samping homo sapies (makhluk yang berfikir) yang mencerminkan
kaitan antara pegetahuan yang bersifat teoretis pada teknologi yang bersifat
praktis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar